Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah2 | Junait

   
A.  Latar Belakang
B.  Pengertian
C.  Tujuan
D.  Alasan Diterapkannya
      MPMBS
   
BAB  II
KONSEP DASAR
A.  Pengertian
B.  Pola Bary Manajemen
      Pendidikan Masa depan
C.  Konsep Dasar MPMBS
D.  Karakteristik MPMBS
      1. Output yang diharapkan
      2. Proses
E.  Fungsi-Fungsi yang 
      Didesentralisasakan ke
      Sekolah
      1. Pengelolaan Proses
          Belajar Mengajar
      2. Perencanaan dan Evaluasi
      3. Pengelolaan Kurikulum
      4. Pengelolaan Ketenagaan
      5. Pengelolaan Fasilitas
      6. Pengelolaan Keuangan
      7. Pelayanan Siswa
      8. Hubungan Sekolah 
           Masyarakat
      9. Pengelolaan Iklim
           Sekolah
F.  Prakondisi MPMBS
   
A.  Rasional dan Tujuan
B.  Tahap-tahap Pelaksanaan
      1. Melakukan Sosialisasi
      2. Merumuskan Visi, Misi,
          Tujuan, dan Sasaran
          Sekolah
      3. Mengidentifikasi Fungsi-
          Fungsi yang Diperlukan
           untuk Mencapai Sasaran
      4. Melakukan Analisis   
           SWOT.
      5. Alternatif Langkah Peme-
           cahan Persoalan.
      6. Menyusun Rencana Pe-
           ningkatan Mutu.
      7. Melaksanakan Pening-
           katan Mutu.
      8. Melakukan Monitoring
           dan Evaluasi Pelaksana-
           an.
       9. Merumuskan Sasaran 
            Mutu Baru.
       
C. Tugas dan Fungsi Jajaran
      Birokrasi
      1. Direktorat PLP
      2. Dinas Pendidikan Propin-
           si.
      3. Dinas Pendidikan Kabu-
           paten/Kota.
      4. Sekolah.
    
A. Rasional dan Tujuan
B. Komponen-komponen 
     MPMBS yang Dimonitor dan
     Dievaluasi
C. Jenis Monitoring dan Evalu-
      asi
   
     
BAB II
KONSEP DASAR
A.      Pengertian Mutu Pendidikan
Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut. 
Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya. 
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingganya mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya). 
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiendinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan  dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan  bahwa output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khusunya prestasi  belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam :  (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. 
B.      Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan
Bukti-bukti empirik lemahnya pola lama manajemen pendidikan nasional dan digulirkannya otonomi daerah, telah mendorong dilakukannya penyesuaikan diri dari pola lama manjemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan masa depan yang lebih bernuangsa otonomi dan yang  lebih demokratis. Tabel I. berikut menunjukkan dimensi- dimensi perubahan pola manajemen, dari yang lama menuju yang baru. 
Tabel 1 : Dimensi-dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan 
POLA LAMA
MENUJU
POLA BARU
Subordinasi
===è
Otonomi
Pengambilan keputusan terpusat
===è
Pengambilan keputusan partisipasif
Ruang gerak kaku
===è
Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik
===è
Pendekatan profesional
Sentralistik
===è
Disentralistik
Diatur
===è
Motivasi
Overegulasi
===è
Deregulasi
Mengontrol
===è
Mempengaruhi
Mengarahkan
===è
Memfasilitasi
Menghindari resiko
===è
Mengelola resiko
Gunakan uang semuanya
===è
Gunakan uang seefesien
Individual yang cerdas
===è
Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi
===è
Informasi terbagi
Pendelegasian
===è
Pemberdayaan
Organisasi herakis
===è
Organisasi datar
Berikut dijelaskan secara singkat Tabel 1. Pada pola lama, tugas dan fungsi sekolah lebih pada melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah. Sedang pada Pola Baru, sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasif dab partisipasi masyarakt makin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan sekolah didorong oleh motivasi diri sekolah dari pada diatur dari luar sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana peranan pusat bergesr dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengolah  resiko, pengunaan uang lebih efesien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun depan (Effesiensi-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork, informasi terbagi  ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efesien. 
Pada dasarnya, MPMBS dijiwai oleh Pola Baru manajemen pendidikan masa depan sebagaimana diilustrasikan pada Tabel 1. Lebih rincinya konsep dasar dan karakteristik MPMBS dapat diuraikan sebagai berikut.
C.    Konsep dasar MPMBS
Seperti ditulis pada BAB I butir B, MPMBS dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBS = otonomi + fleksibelitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. 
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemadirianm, yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemadirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah (sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”, misalnya swasembada, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk  mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan sendiri beradasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan  peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan  berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri. 
Flesibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan  yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah  seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah, maka sekolah akan lebih lincah  dan tidak harus menunggu arahan dari atasan untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan- keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang- undangan yang ada. 
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki;  makin besar rasa memilik, makin bsar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasatanggung jawab, makin besar pula dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangka keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan /kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas. Akuntabilitas sekolah adalah pertanggung jawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedangkan demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan , hak azazi manusia serta kewajiban dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan. 
Dengan pengertian diatas, maka sekolah memiliki kewengan (kemandirian) lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibelitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas pendidikan Kabupaten/ Kota, Dinas Pendidikan  Propinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayanan sekolah dalam pengelolaan peningkatan mutu. 
Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut; tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah; bersifat adaptif dan ansipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinngi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya; bertanggung jawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumberdaya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung jawab, pekerjaan memiliki kontribusi, dia tahu posisinya dimana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaan, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya. 
Contoh tentang hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah; pemberian kewenangan, pemberian tanggung jawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan masalah sekolah secara “teamwork”, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk mengukur kinerja sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tertinggi. 
D.   Karakteristik MPMBS
MPMBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MPMBS, maka sejumlah karakteristik MPMBS berikut perlu dimiliki. Berbicara karakteristik MPMBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MPMBS merupakan wadah/kerangka, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MPMBS berikut memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses dan output.
Dalam menguraikan karakteristik MPMBS, pendekatan sistem yaitu input-proses-output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah merupakan sebuah sistem, sehingga penguraian karakteristik MPMBS (yang juga karakteristik sekolah efektif) mendasarkan kepada input, proses, dan output. Selanjutnya, uraian berikut dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat lebih rendah dari output 
1.     Output yang diharapkan
Sekolah harus memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic, achivement) dan ouput berupa prestasi non-akademik (non-academic achivement). Output prestasi akademi misanya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berfikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional, induktif, deduktf, dan ilmiah). Output non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedipsiplinan, kerajinan prestasi oleh raga, kesenian, dan keptamukaan. 
2.       Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai  berikut :
a.       Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektivitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditujukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik PBM bukan sekadar memorisasi dan recall, bukan  sekadar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos) akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati (ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learnig to be) 
b.       Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Pada sekolah yang menerapkan MPMBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersdia. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimipinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah. 
c.        Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman tertib melalui (pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, peranan kepala sekolah sangat penting sekali. 
d.       Pegelolaan Tenaga Kependidikan yang efektif
Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah yang menerapkan MPMBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terus-menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MPMBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik. 
e.      Sekolah memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut ;      (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjsama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah. 
f.       Sekolah memiliki “Teamwork” yang kompak, Cerdas, dan Dinamis
Kebersaman (teamwork) merupakan karateristik yang dituntut oleh MPMBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah. 
g.     Sekolah memiliki Kewenangan (kemandirian)
Sekolah memiliki  kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan  kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjalankan tugasnya. 
h.     Partisipasi yang Tinggi dari Warga dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat prestasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa-memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
i.        Sekolah memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS, Keterbukaan/transparansi ini ditunjukan dalam pengambilan keputusan,  perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagai alat kontrol. 
j.       Sekolah memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan  pisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud  perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik. 
k.     Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan.
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting  adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan meyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus-menerus merupakan kebiasan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu. 
l.       Sekolah Responsi dan antisipatif terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap /responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/ tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif. 
m.    Memiliki Komunikasi yang baik
Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah di patok. Selain itu komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak dan cerdas, sehingga berbagai kegitan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah. 
n.      Sekolah memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk  laporan prestsi yang dicapaikan dan dilaporkan kepada pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MPMBS telah mencapai tujuan yang dukehendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu membersihkan maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula, para orang tua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orang tua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orang tua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program MPMBS yang telah dilakukan.Dengan cara ini, maka sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang. 
o.     Sekolah memiliki Kemampuan Manajemen Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sustainabilitas pendanan dapat ditunjukan oleh kemampuan sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri. 
3.     Input Pendidikan
a.      Memiliki Kebijakan, Tujuan  dan Sasaran Mutu yang jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan dan sasaran mutu tersebut disosialisasikan kepada  semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah. 
b.      Sumberdaya Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara memadai, dan pada gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang peralatan, perlengkapan, bahan, dsb) dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah, tanpa campur tangan sumberdaya manusia.
Secara umum, sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalanlan proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Ini bukan berarti bahwa sumberdaya yang ada harus mahal, akan tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan keberadaan sumberdaya yang ada dilingkungan sekolahnya. Karena itu, diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilisasi sumberdaya yang ada disekitarnya. 
c.       Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Meskipun pada butir (b) telah disinggung tentang ketersedian dan kesiapan sumberdaya manusia (staf), namun pada butir ini perlu ditekankan lagi karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompoten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu, bagi sekolah yang ingin efektifitasnya tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan keharusan. 
d.     Memiliki Harapan Prestasi yang tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat yang maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada disekolah. 
Sedang peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuaannya. Harapan tinggi dari ketiga unsur sekolah ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. 
e.      Fokus  pada Pelanggan (khususnya Siswa)
Pelanggan , terutama siswa, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari siswa. 
f.       Input manajemen
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolanya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi; tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sitematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat dicapai. 
E.   Fungsi-fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah
Secara umum, pergeseran dimensi pendidikan dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah telah diuraikan pada Butir A. Secara lebih spesifik, pertanyaannya adalah: “Fungsi-fungsi apa sajakah yang perlu didesentralisasikan ke sekolah?” Pada dasarnya Undang-undang Nomor 22 tentang Pemerintah Daerah (Otonomi Daerah) tahun 1999 beserta sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pedoman pelaksanan terutama PP. No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah, Propinsi dan Kabupaten/Kota, harus digunakan sebagai referensi /patokan. Dengan demikian , pendesentralisasian fungsi-fungsi pendidikan tidak akan merubah peraturan perundang-undangan yang ada. Namun demikian, sampai saat ini  belum ada resep yang pasti tentang hal ini, karena seperti kita ketahui, otonomi pendidikan sedang bergulir dan sedang mencari formatnya, sehingga secara peraturan perundang-undangan (legal aspect) belum dimiliki, tugas dan fungsi sekolah dalam era otonomi saat ini. Sementara. Menunggu “legal aspect” yang akan diberlakukan kelak, fungsi-fungsi sekolah yang semula dikerjakan oleh Pemerintah Pusat/Dinas Pendidikan Propinsi /Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, sebagian dari fungsi dapat dilakukan oleh sekolah secara professional. Artinya, suatu fungsi tidak dapat dilimpahkan sepenuhnya ke sekolah, sebagian masih merupakan porsi kewenangan Pemerintah Pusat, sebagian porsi kewenangan Dinas Propinsi, sebagian porsi  kewenangan Dinas Kabupaten/Kota, dan sebagian porsi lainnya yang dilimpahkan ke sekolah. Adapun fungsi-fungsi yang sebagian porsinya dapat digarap oleh sekolah dalam kerangka MPMBS ini meliputi: (1) proses belajar menagajar, (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (3) pengelolaan kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8) hubungan sekolah-masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah. 
1.     Pengelolaan Proses belajar Mengajar
Proses belajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdaya  yang tersedia di sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siwa (student centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena itu cara-cara belajar siswa aktif seperti misalnya active learning, cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
2.     Perencanaan dan Evaluasi
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Kebutuhan yang dimaksud misalnya, kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat rencana peningkatan mutu.
Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evalusi internal dilakukan oleh warga sekolah  untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam  ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus  jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya. 
3.     Pengelolaan Kurikulum
Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasionl. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, dan seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik peserta didik. Selain itu, sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal. 
4.      Pengelolaan Ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga administrasi, laboran, dsb) dapat dilakukan oleh sekolah kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan rekrutmen guru pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya. 
5.     Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar. 
6.     Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengelokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya dilimpihkan ke sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan “kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan” (income generating activities), sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah. 
7.     Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari peneriman siswa baru, pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah didesentralisasikan. Karene itu, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya. 
8.     Hubungan Sekolah Masyarakat
Esensi hubungan sekolah-masyrakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral  dan finasial. Dalam arti yang sebenarnya hubungan sekolah-masyarakat dari dahulu sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstesitas hubungan sekolah-masyarakat.
9.     Pengelolaan Iklim Sekolah
Iklim sekolah (fisik dan non fidik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah sudah merupakan kewengan sekolah, sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif dan ekstentif. 

INPUT
PROSES
OUTPUT
PERENCANAAN & EVALUASI
KURIKULUM
KETENAGAAN

PROSES BELAJAR
MENGAJAR

PRESTASI
SISWA
FASILITAS
>
>
KEUANGAN
KESISWAAN
HUBUNGAN SEKOLAH-MASYARAKAT
IKLIM SEKOLAH
 Gambar. 1 Fungsi-fungsi yang disentralisasikan ke Sekolah 
F.     Prakondisi MPMBS
Bagi sekolah yang akan menerapkan MPMBS perlu menyiapkan persyaratan berikut. Persyaratan berikut bukan dimaksudkan untuk menghambat sekolah yang tidak memenuhinya. Namun persyaratan berikut lebih merupakan petunjuk penyiapan bagi sekolah-sekolah yang akan menerapkan MPMBS. Jika suatu sekolah hanya memenuhi sebagian persyaratan, maka sekolah tersebut tetap bisa menerapkan MPMBS sambil melengkapi persyaratan berikut. Persyaratan berikut bukan harga mati, akan tetapi lebih merupakan petunjuk yang masih terbuka untuk dimodifikasi, dikurangi atau ditambah sesuai dengan karakteristik sekolah dan masyarakat sekitarnya. Adapun persyaratan- persyaratan yang dimaksud adalah : 
  1.  Kapasitas kelembagaan yang memadai untuk menrapkan  MPMBS, seperti misalnya manajemen sekolah yang memadai, kesiapan sumberdaya manusia dan umberdaya selebihnya (dana, peralatan, perlengkapan, bahan, dsb)
  2. Budaya  yang kondusif bagi penyelenggaraan MPMBS, yaitu penghargaan terhadap perbedaan pendapat, menjunjung tinggi hak asasi manusia, musyawarah-mufakat dapat dilaksanakan, demokrasi pendidikan dapat disadarkan akan pentingnya pendidikan, dan masyarakat dapat digerakkan untuk mendukung MPMBS.
  3. Sekolah memiliki kemampuan membuat kebijakan, rencana, dan program sekolah untuk menyelenggarakan MPMBS.
  4. Sekolah memiliki sistem untuk mempromosikan akuntabilitas sekolah terhadap publik, sehingga sekolah akan merupakan bagian dari masyarakat dan bukannya sekolah berada dimasyarkat.
  5. Dukungan pemerintah pusat dan daerah yang ditunjukan oleh pemberian pengarahan dan pembimbingan, baik dalam bentuk pedoman pelaksanaan, petunjuk pelaksanan dan lain-lain yang diperlukan untuk kelancaran penyelenggaraan MPMBS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Islam Mazhab QOM

PROGRAM KERJA KEPALA PERPUSTAKAAN SMPN 1 KODEOHA | Junait Blog