Info Pramuka/PMR : AD/ART PMI | Junait
Oleh
Junait, S.Pd., M.Si.
Junait, S.Pd., M.Si.
Anggaran dasar
Dan
Anggaran rumah tangga
palang merah indonesia
Hasil
MUNAS PMI XIX
pembukaan
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa,
Bahwa sesungguhnya setiap manusia,
sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sejak dilahirkan pada hakekatnya mempunyai
derajat, hak serta martabat yang sama sebagai makhluk sosial dan saling
memerlukan satu sama lain.
Oleh karena itu, didasarkan atas
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjadi kewajiban bagi
seluruh umat manusia untuk saling menolong dalam penderitaan, tanpa membedakan
agama, bangsa, suku bangsa, golongan, warna kulit, jenis kelamin, bahasa dan
pandangan politik.
Dilandasi oleh rasa kemanusiaan yang
adil dan beradab dengan didorong oleh semangat Gerakan Internasional Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah untuk meringankan penderitaan sesama manusia apa
pun sebabnya, maka pada tanggal 17 September 1945 dalam rangka usaha turut
mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia dibentuklah Perhimpunan Palang Merah
Indonesia sebagai suatu organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang
sosial kemanusiaan yang awal pembentukannya diprakarsai dan disetujui
Pemerintah.
Kemudian, dalam rangka usaha menjalin
kasih sayang terhadap sesama manusia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, turut memelihara budi pekerti yang luhur menuju ke arah terwujudnya
masyarakat yang berkeadilan sosial dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, maka disusunlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan
Palang Merah Indonesia.
ANGGARAN DASAR
|
Anggaran Rumah tangga
|
||
Naskah Asli
|
Usulan PERUBAHAN
|
Naskah Asli
|
Usulan Perubahan
|
BAB I
NAMA, WAKTU, STATUS DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Perhimpunan
ini bernama Palang Merah Indonesia, disingkat PMI.
Pasal 2
PMI
dibentuk di Jakarta pada tanggal 17 September 1945, didirikan untuk kurun
waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
PMI
adalah satu satunya organisasi kepalangmerahan yang berstatus badan hukum dan
disahkan dengan Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1950 dan Keputusan Presiden
No. 246 Tahun 1963.
Pasal 4
PMI berkedudukan
di Ibukota Negara Republik Indonesia.
|
BAB I
NAMA, WAKTU, STATUS DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Perhimpunan
ini bernama Palang Merah Indonesia, disingkat PMI.
Pasal 2
PMI
dibentuk di Jakarta pada tanggal 17 September 1945, didirikan untuk kurun
waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
PMI
adalah satu satunya organisasi kepalangmerahan yang berstatus badan hukum dan
disahkan dengan Keputusan Presiden RIS No. 25 Tahun 1950 dan Keputusan Presiden RI
No. 246 Tahun 1963.
Pasal 4
PMI Pusat
berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
|
BAB I
NAMA, WAKTU,
STATUS DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
(1)
Penggunaan nama
penuh Palang Merah Indonesia maupun nama singkat PMI memiliki makna dan arti
yang sama.
(2)
PMI diakui oleh
Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross)
pada tanggal 15 Juni 1950.
(3)
PMI diterima
menjadi Anggota Federasi International Perhimpunan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah atau International Federation of the Red Cross and Red Crescent
Societes (Federasi) Pada tanggal 16 Oktober 1950.
|
BAB I
NAMA, WAKTU,
STATUS DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Penggunaan nama penuh Palang Merah Indonesia maupun
dengan singkatan PMI memiliki makna dan arti yang sama.
Pasal 2
(1) PMI diakui oleh
Komite Internasional Palang Merah (International
Committee of the Red Cross) pada tanggal 15 Juni 1950.
(2) PMI diterima
menjadi Anggota Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah (International Federation
of the Red Cross and Red Crescent Societies /Federasi) pada tanggal 16
Oktober 1950.
|
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 5
PMI berasaskan Pancasila.
Pasal 6
PMI
bertujuan meringankan penderitaan
sesama manusia, apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku
bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan pandangan politik.
|
BAB II
AZAS DAN TUJUAN
Pasal 5
PMI berazaskan Pancasila.
Pasal 6
PMI
bertujuan meringankan penderitaan
sesama manusia, yang disebabkan oleh bencana dan kerentanan lainnya
dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku bangsa, bahasa, warna kulit,
jenis kelamin, golongan dan pandangan politik.
|
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Untuk
memenuhi asas dan mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan
Pasal 6 Anggaran Dasar, PMI melaksanakan berbagai kegiatan pokok yang sejalan
dengan visi dan misi PMI:
(1) Kesiapsiagaan
dan penanggulangan bencana.
(2) Pelayanan
sosial dan kesehatan, termasuk Upaya Kesehatan Transfusi Darah.
(3) Penyebarluasan
dan pengembangan aplikasi nilai-nilai kemanusiaan dan Prinsip-prinsip Dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional bagi seluruh
masyarakat Indonesia.
(4) Pembinaan generasi muda dan relawan.
|
|
BAB III
PRINSIP DASAR
Pasal 7
PMI
sebagai anggota Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
melaksanakan Prinsip-prinsip Dasar :
1.
Kemanusiaan
2.
Kesamaan
3.
Kenetralan
4.
Kemandirian
5.
Kesukarelaan
6.
Kesatuan
7.
Kesemestaan
|
BAB III
PRINSIP DASAR
Pasal 7
(1) PMI
melaksanakan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah:
1.
Kemanusiaan;
2.
Kesamaan;
3.
Kenetralan;
4.
Kemandirian;
5.
Kesukarelaan;
6.
Kesatuan;
7.
Kesemestaan.
(2) Prinsip-prinsip
dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman dalam menyusun
rencana, program, serta semua aktivitas di semua jajaran Palang Merah
Indonesia beserta unit-unit yang berada di bawah lingkup Palang Merah
Indonesia.
|
BAB III
PRINSIP DASAR
DAN FUNGSI
Pasal 3
Penjelasan
dari Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Anggaran Dasar adalah:
1. Kemanusiaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberi pertolongan tanpa
membedakan korban yang terluka di dalam pertempuran, mencegah dan mengatasi
penderitaan sesama manusia yang terjadi dimana pun. Tujuan Gerakan adalah
melindungi hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan kepada umat
manusia. Gerakan menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan
perdamaian abadi bagi sesama manusia.
2. Kesamaan
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar
kebangsaan,ras,agama atau pandangan politik.Tujuanya Semata-mata mengurangi
penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang
paling parah.
3. Kenetralan
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua
pihak,gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan
politik,ras,agama atau ideologi.
4. Kemandirian
Gerakan ini bersifat mandiri.Perhimpunan nasional di
samping membantu pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, juga harus menaati
peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak
sejalan dengan prinsip-prinsip Gerakan ini.
5. Kesukarelaan
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela,
yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apa pun.
6. Kesatuan
Di dalam satu negara hanya ada satu perhimpunan Palang
Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di
seluruh wilayah.
7. Kesemestaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional adalah bersifat semesta. Setiap Perhimpunan Nasional mempunyai
status yang sederajat serta berbagi hak dan tanggung jawab dalam menolong
sesama manusia.
|
BAB II
PRINSIP DASAR
DAN FUNGSI
Pasal 3
Prinsip-prinsip
Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 Anggaran Dasar adalah:
1. Kemanusiaan
Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah didirikan berdasarkan keinginan memberi pertolongan tanpa membedakan
korban yang terluka di dalam pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan
sesama manusia yang terjadi dimana pun. Tujuan Gerakan adalah melindungi
hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan kepada umat manusia. Gerakan
menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi
bagi sesama manusia.
2. Kesamaan
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar
kebangsaan, ras, agama atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata
mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan
keadaan yang paling parah.
3. Kenetralan
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak,
Gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan
politik, ras, agama atau ideologi.
4. Kemandirian
Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan nasional di
samping membantu pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, juga harus menaati
peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak
sejalan dengan prinsip-prinsip Gerakan ini.
5. Kesukarelaan
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela,
yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apa pun.
6. Kesatuan
Di dalam satu negara hanya ada satu perhimpunan Palang
Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di
seluruh wilayah.
7. Kesemestaan
Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah adalah bersifat semesta. Setiap Perhimpunan Nasional mempunyai status
yang sederajat serta berbagi hak dan tanggung jawab dalam menolong sesama
manusia.
|
|
BAB
IV
MANDAT,
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal
8
Mandat PMI adalah menjalankan pekerjaan
Palang Merah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di Luar Negeri menurut
Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949.
Pasal
9
Tugas Pokok dan Fungsi PMI adalah:
a. Bertindak
untuk dan atas nama pemerintah Republik Indonesia dalam pelaksanaan hubungan
luar negeri di bidang kepalangmerahan menurut Konvensi-konvensi Jenewa 1949;
b. Mempersiapkan
dan melaksanakan tugas-tugas bantuan penanggulangan bencana baik di dalam
maupun di luar negeri;
c. Melaksanakan
tugas-tugas lain di bidang kepalangmerahan yang diberikan oleh Pemerintah
Republik Indonesia;
d. Semua
kegiatan PMI dijalankan dengan berpegang pada ketentuan perundangan yang
berlaku di negara Republik Indonesia.
|
|
BAB
III
KEGIATAN
POKOK
Pasal
4
Untuk memenuhi Azas dan mencapai Tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Anggaran Dasar serta sebagai
penjabaran dari Mandat, Tugas Pokok dan Fungsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dan Pasal 9 Anggaran Dasar, PMI melaksanakan kegiatan pokok:
a. Pembinaan
dan Pengembangan Organisasi.
b. Penanggulangan
Bencana termasuk Pemulihan Hubungan Keluarga.
c. Pelayanan
Sosial dan Kesehatan, termasuk Upaya Kesehatan Transfusi Darah.
d. Penyebarluasan
dan pengembangan aplikasi nilai-nilai kemanusiaan dan Prinsip-prinsip Dasar
Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah serta Hukum
Perikemanusiaan Internasional.
e. Pembinaan
generasi muda dan relawan.
|
BAB IV
LAMBANG DAN
LAGU
Pasal 8
Lambang
PMI sebagai Perhimpunan Nasional adalah palang merah di atas dasar warna
putih dilingkar garis merah yang berbentuk bunga berkelopak
lima.
Pasal 9
Lagu PMI terdiri dari ”Hymne PMI dan Mars PMI”.
|
BAB V
LAMBANG DAN
LAGU
Pasal 10
Lambang
PMI sebagai Perhimpunan Nasional adalah palang merah di atas dasar warna
putih dilingkari garis merah yang berbentuk bunga berkelopak lima sebagai
pengejawantahan dari Dasar Negara yakni Pancasila disertai dengan tulisan ”Palang
Merah Indonesia” atau ”PMI”.
Pasal 11
Lagu PMI
terdiri dari ”Hymne PMI dan Mars PMI”.
|
BAB IV
LAMBANG DAN
LAGU
Pasal 4
(1) PMI menggunakan lambang palang merah diatas warna putih
sebagai tanda Pelindung dan Pengenal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional serta
ketentuan-ketentuan penggunaan lambang yang berlaku bagi perhimpunan
nasional.
(2) Bentuk, perbandingan ukuran dan arti lambang PMI
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Anggaran Dasar adalah sebagaimana
tercantum dalam lampiran I Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
(3) Bentuk perbandingan ukuran dan fungsi lambang Palang
Merah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran I Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
Pasal 5
Hymne dan
Mars PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Anggaran Dasar adalah sebagaimana
tercantum dalam lampiran II Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
|
BAB IV
LAMBANG DAN
LAGU
Pasal
5
(1) PMI menggunakan lambang
palang merah di atas warna putih sebagai tanda Pelindung.
(2) PMI menggunakan lambang
palang merah di atas warna putih di lingkari garis merah berbentuk bunga
berkelopak 5 (lima) sebagai tanda Pengenal.
(3) Penggunaan lambang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan nasional
serta ketentuan-ketentuan penggunaan lambang yang berlaku bagi Perhimpunan
Nasional.
Pasal 6
Bentuk,
perbandingan ukuran dan arti lambang Palang Merah dan PMI adalah sebagaimana
tercantum dalam lampiran I Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
Pasal 7
(1)
Hymne dan Mars PMI dikumandangkan dalam acara-acara resmi PMI
terutama pada Musyawarah PMI.
(2) Lirik
dan nada Hymne dan Mars PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Anggaran
Dasar adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran II Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga ini.
|
BAB V
PELINDUNG
Pasal 10
a.
Presiden
Republik Indonesia adalah Pelindung PMI.
b.
Gubernur adalah
Pelindung PMI di Propinsi.
c.
Walikota/Bupati
adalah Pelindung PMI di Kota/Kabupaten.
d.
Camat adalah
Pelindung PMI di Kecamatan.
|
BAB VI
PELINDUNG DAN
DEWAN KEHORMATAN
Pasal 12
(1) Presiden Republik Indonesia adalah Pelindung PMI.
(2) Gubernur adalah Pelindung
PMI di Provinsi.
(3) Bupati/Walikota adalah Pelindung PMI di Kabupaten/Kota.
(4) Camat adalah Pelindung PMI di Kecamatan.
Pasal 13
(1)
Dewan Kehormatan adalah mantan Pengurus PMI
dan/atau tokoh masyarakat yang mempunyai komitmen terhadap Tujuh Prinsip
Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
(2)
Dewan Kehormatan diusulkan dan diangkat oleh
Musyawarah PMI pada masing-masing tingkatan.
(3)
Dewan Kehormatan berfungsi sebagai Pembina
yang dapat memberikan nasehat, arahan dan bimbingan kepada Pengurus PMI pada
masing-masing tingkatan, baik diminta atau tidak diminta.
(4)
Jumlah Dewan Kehormatan sebanyak-banyaknya 5
orang.
(5)
Komposisi Dewan Kehormatan terdiri dari
seorang Ketua dan Anggota.
|
BAB V
PELINDUNG
Pasal 6
(1) Pelindung diminta atau tidak diminta, dapat memberikan
saran pertimbangan serta dukungan moril/materil kepada PMI di masing-masing
wilayahnya.
(2) Pengurus PMI memberikan laporan kepada Pelindung.
|
BAB V
PELINDUNG
Pasal 8
(1) Pelindung dapat memberikan saran pertimbangan serta
dukungan moril/materil kepada PMI di masing-masing tingkatan.
(2) Pengurus
PMI memberikan laporan kepada Pelindung secara berkala, sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun sekali sesuai dengan tingkatan organisasi.
|
BAB VI
KEANGGOTAAN
Pasal 11
(1) Keanggotaan PMI terbuka bagi siapapun tanpa membedakan
agama, bangsa, suku bangsa, golongan, warna kulit, jenis kelamin, bahasa dan
pandangan politik.
(2)
Anggota PMI
terdiri dari :
a.
Anggota Remaja
b.
Anggota Biasa
c.
Anggota Luar
Biasa
d.
Anggota Kehormatan
|
|
BAB VI
Keanggotaan
Pasal 7
Hak dan
Kewajiban Anggota Remaja
(1) Hak Anggota
Remaja adalah:
a.
Mendapat
pembinaan dan pengembangan dari Pengurus PMI;
b.
Menyampaikan
pendapat dalam
forum-forum/pertemuan resmi PMI.
(2) Kewajiban
Anggota Remaja adalah:
a.
menjalankan dan
membantu menyebarluaskan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan;
b.
mematuhi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI;
c.
membantu
mempromosikan kegiatan PMI;
d.
berpartisipasi
aktif dalam kegiatan PMI;
e.
menjaga nama
baik PMI;
f.
membayar uang
iuran keanggotaan.
Pasal 8
Hak dan
Kewajiban Anggota Biasa:
(1) Hak Anggota Biasa adalah:
a.
mendapat
pembinaan dan pengembangan dari Pengurus PMI;
b.
menyampaikan
pendapat dalam forum-forum/pertemuan resmi PMI;
c.
memiliki hak
suara dalam setiap musyawarah di tingkat Cabang dan setiap rapat di tingkat
Ranting;
d.
memilih dan
dipilih sebagai Pengurus PMI.
(2) Kewajiban Anggota Biasa adalah:
a.
menjalankan dan
menyebarluaskan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan;
b.
mematuhi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI;
c.
mempromosikan kegiatan
PMI;
d.
berpartisipasi
aktif dalam kegiatan PMI;
e.
menjaga nama
baik PMI;
f.
membayar uang iuran keanggotaan.
Pasal 9
Hak dan
Kewajiban Anggota Luar Biasa:
(1) Hak
Anggota Luar Biasa adalah:
a. mendapat pembinaan dan pengembangan dari Pengurus
PMI;
b.
menyampaikan
pendapat dalam forum-forum/pertemuan resmi PMI.
(2) Kewajiban
Anggota Luar Biasa adalah:
a.
menjalankan dan
menyebarluaskan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan;
b.
mematuhi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI;
c.
mempromosikan kegiatan PMI;
d.
berpartisipasi
aktif dalam kegiatan PMI;
e.
menjaga nama baik PMI;
f.
membayar uang iuran keanggotaan.
Pasal 10
Hak dan
Kewajiban Anggota Kehormatan:
(1) Hak
Anggota Kehormatan adalah:
a. menyampaikan pendapat dalam
forum-forum/pertemuan resmi PMI;
b. berpartisipasi aktif dalam kegiatan
PMI;
c. dipilih sebagai Pengurus PMI.
(2) Kewajiban
Anggota Kehormatan adalah:
a.
menjalankan dan
membantu menyebarluaskan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan;
b.
mematuhi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI;
c.
membantu
mempromosikan kegiatan PMI;
d.
menjaga nama
baik PMI.
Pasal 11
(1) Yang dapat di terima sebagai Anggota Remaja adalah
mereka yang berusia 10 sampai 17 tahun atau mereka yang seusia sekolah
lanjutan tingkat atas dan belum menikah.
(2) Yang dapat diterima sebagai Anggota Biasa adalah mereka
yang telah berusia 18 tahun atau telah menikah
(3) Yang dapat diterima sebagai Anggota Luar Biasa adalah
warga negara asing yang telah berusia 18 tahun atau telah menikah.
(4) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Anggota Biasa
dan Anggota Luar biasa ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
(5) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan iuran Anggota
ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
Pasal 12
(1) Anggota Kehormatan adalah mereka yang dianggap telah
berjasa memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap kemajuan PMI.
(2) Anggota Kehormatan diangkat dengan Surat Keputusan
Pengurus Pusat berdasarkan usulan Pengurus Pusat, Pengurus Daerah atau
Pengurus Cabang.
(3) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Anggota
Kehormatan di tetapkan oleh Pengurus Pusat.
Pasal 13
(1) Hak dan Kewajiban Anggota Remaja dilaksanakan melalui
wadah Palang Merah Remaja, disingkat PMR.
(2) Ketentuan–ketentuan yang berkaitan dengan Palang Merah
Remaja ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
Pasal 14
(1) Anggota Biasa dapat bergabung dalam wadah kegiatan
Korps Sukarela.
(2) Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa yang memiliki keahlian khusus yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan PMI dapat menjadi Tenaga Sukarela.
(3) Ketentuan–ketentuan yang berkaitan dengan Korps
Sukarela dan Tenaga Sukarela ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
Pasal 15
Anggota
Remaja mendaftarkan diri kepada unit Palang Merah Remaja di wilayah domisili
yang bersangkutan.
Pasal 16
Anggota
Biasa dan Anggota Luar Biasa mendaftarkan diri kepada Pengurus Cabang di
wilayah domisili yang bersangkutan.
Pasal 17
(1) Keabsahan sebagai Anggota Remaja,Anggota Biasa dan
Anggota Luar Biasa PMI dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota yang
bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang dan kepadanya diberikan
kartu anggota.
(2) Setiap anggota yang pindah keluar dari Cabang dimana
yang bersangkutan berdomisili diwajibkan memberitahukan kepada Cabang yang
bersangkutan dan melaporkan kepada Cabang di tempat tinggal yang baru.
Pasal 18
(1) Anggota Remaja,Anggota Biasa/Luar Biasa/Kehormatan
gugur keanggotaanya apabila yang bersangkutan:
a.
mohon berhenti
b.
diberhentikan
c.
meninggal
dunia.
(2) Anggota Remaja/Anggota Biasa/Luar Biasa/Kehormatan
dapat di berhentikan oleh pengurus PMI sesuai tingkatanya, apabila yang
bersangkutan melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik PMI dan atau di
jatuhi hukuman pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pasal 19
Pembinaan
Anggota dilaksanakan oleh Pengurus PMI sesuai tingkatannya.
|
|
BAB VII
SUSUNAN
ORGANISASI
Pasal 12
(1) Susunan Organisasi PMI terdiri dari:
a. PMI Pusat
b. PMI Daerah
c. PMI Cabang
(2) PMI
Cabang dapat membentuk PMI Ranting.
|
BAB VII
STRUKTUR DAN KOMPONEN
ORGANISASI
Pasal 14
Struktur Organisasi PMI terdiri dari:
a.
PMI Pusat;
b.
PMI Provinsi;
c.
PMI Kabupaten/Kota;
d. PMI Kecamatan.
Pasal 15
Komponen PMI terdiri dari:
a.
Pengurus;
b.
Anggota;
c.
Relawan;
d.
Karyawan.
|
BAB VII
SUSUNAN
ORGANISASI
Pasal 20
(1)
PMI
Pusat meliputi seluruh Wilayah Republik Indonesia.
(2)
PMI
Daerah meliputi wilayah Propinsi.
(3)
PMI
Cabang meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
(4)
PMI
Ranting meliputi wilayah Kecamatan.
Pasal 21
(1)
PMI
ditetapkan dan disahkan dengan Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1950.
(2)
PMI
Daerah dibentuk berdasarkan Musyawarah Daerah yang disahkan dengan Surat
Keputusan Pengurus Pusat.
(3)
PMI
Cabang dibentuk berdasarkan Musyawarah Cabang yang disahkan dengan Surat
Keputusan Pengurus Daerah.
(4)
PMI
Ranting dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Cabang.
Pasal 22
(1)
PMI
Daerah atau Cabang yang baru, di bentuk melalui prakarsa masyarakat dan
Pemerintah di wilayah masing-masing
(2)
Dalam
waktu selambat-lambatnya satu tahun, Pengurus yang bersangkutan harus
menyelenggarakan Musyawarah Daerah atau Musyawarah Cabang
|
BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 9
(1)
PMI
Pusat meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia.
(2)
PMI
Provinsi
meliputi wilayah Provinsi.
(3)
PMI
Kabupaten/Kota
meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
(4)
PMI
Kecamatan
meliputi wilayah Kecamatan.
Pasal 10
(1) PMI Provinsi yang baru, dibentuk melalui prakarsa PMI
Pusat, PMI Provinsi Induk, masyarakat dan Pemerintah Provinsi setempat.
(2) PMI Kabupaten/Kota yang baru, dibentuk
atas prakarsa PMI Provinsi, PMI Kabupaten/Kota Induk, masyarakat dan
Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.
(3) PMI Kecamatan yang baru, dibentuk
atas prakarsa PMI Kabupaten/Kota, masyarakat dan Pemerintah Kecamatan
setempat.
Pasal
11
(1)
PMI Provinsi dan PMI Kabupaten/Kota yang
baru, disahkan oleh PMI Pusat.
(2)
PMI Kecamatan yang baru, disahkan oleh PMI Provinsi.
|
BAB VIII
MUSYAWARAH DAN RAPAT
Pasal 13
Musyawarah
terdiri dari :
a.
Musyawarah
Nasional PMI (Munas), Musyawarah Daerah PMI (Musda) dan Musyawarah Cabang PMI
(Muscab).
b.
Musyawarah
Kerja Nasional (Mukernas), Musyawarah Kerja Daerah (Mukerda) dan Musyawarah
Kerja Cabang (Mukercab).
c.
Musyawarah
Nasional Luar Biasa (Munaslub), Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) dan
Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscablub).
Pasal 14
(1)
Musyawarah
Nasional, Musyawarah Daerah dan Musyawarah Cabang masing masing diadakan satu
kali dalam kurun waktu lima tahun.
(2)
Musyawarah
Nasional, Musyawarah Daerah dan Musyawarah Cabang adalah sah apabila dihadiri
oleh sekurang – kurangnya dua per tiga dari jumlah yang berhak hadir.
(3)
Tiap
keputusan pada`Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah dan Musyawarah Cabang
diambil atas dasar musyawarah dan mufakat. Apabila tidak dapat diambil
kesepakatan atas dasar musyawarah dan mufakat, keputusan diambil atas dasar
suara terbanyak.
Pasal 15
(1)
Musyawarah
Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi di dalam PMI.
(2)
Musyawarah
Nasional dihadiri oleh Pengurus Pusat, utusan Pengurus Daerah dan Pengurus
Cabang.
(3)
Musyawarah
Nasional bertugas :
a.
Menilai
Pertanggungjawaban Pengurus Pusat selama masa baktinya
b.
Menentukan
Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis PMI untuk kurun waktu lima tahun
mendatang
c.
Memilih
Pengurus Pusat PMI untuk masa bakti lima tahun mendatang
d.
Membahas
hal-hal lain yang penting
Pasal 16
(1)
Musyawarah
Daerah adalah pemegang kekuasaan tertinggi di dalam wilayah kerja Daerah yang
bersangkutan.
(2)
Musyawarah
Daerah dihadiri oleh Pengurus Daerah, serta utusan-utusan Pengurus Cabang di
wilayah Kerja Daerah yang bersangkutan serta utusan Pengurus Pusat.
(3)
Musyawarah
Daerah bertugas :
a.
Menilai
pertanggungjawaban Pengurus Daerah.
b.
Menentukan
Rencana Program untuk pelaksanaan tugas PMI di dalam wilayah Daerah yang
bersangkutan dalam kurun waktu lima tahun, berdasarkan Pokok-pokok Kebijakan
dan Rencana Strategis yang ditetapkan oleh Munas PMI.
c.
Memilih
Pengurus Daerah PMI yang baru untuk masa bakti lima tahun mendatang.
d.
Membahas
hal-hal yang penting.
Pasal 17
(1)
Musyawarah
Cabang adalah pemegang kekuasaan tertinggi di dalam wilayah kerja Cabang yang
bersangkutan.
(2)
a.
Musyawarah
Cabang dihadiri oleh Pengurus Cabang , utusan-utusan Pengurus Ranting,
utusan-utusan Unit KSR serta utusan-utusan Pembina PMR dalam wilayah kerja
Cabang yang bersangkutan serta utusan Pengurus Daerah.
b.
Dalam
hal Cabang belum memiliki Ranting maka Musyawarah Cabang dihadiri oleh Pengurus Cabang serta Anggota dalam
wilayah kerja Cabang yang bersangkutan.
c.
Ketentuan
mengenai kehadiran utusan Unit KSR dan Pembina PMR dalam Musyawarah Cabang
ditetapkan oleh Pengurus Cabang.
(3)
Musyawarah Cabang bertugas :
a.
Menilai
Pertanggungjawaban Pengurus Cabang.
b.
Menetapkan
Rencana Program untuk pelaksanan di wilayah kerja Cabang yang bersangkutan
untuk kurun waktu lima tahun, berdasarkan Rencana Program PMI Daerah serta
Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Stretagis yang ditetapkan oleh Munas
dan Musda PMI.
c.
Memilih
Pengurus Cabang PMI yang baru untuk masa bakti lima tahun mendatang.
d.
Membahas
hal-hal lain yang penting.
Pasal 18
(1)
Musyawarah
Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Daerah dan Musyawarah Kerja Cabang diadakan
satu tahun sekali.
(2)
a.
Peserta
Musyawarah Kerja Nasional terdiri dari Pengurus Pusat dan utusan Pengurus
Daerah.
b.
Peserta
Musyawarah Kerja Daerah terdiri dari Pengurus Daerah dan utusan Pengurus
Cabang.
c.
Peserta
Musyawarah Kerja Cabang terdiri dari Pengurus Cabang serta utusan Pengurus
Ranting dalam wilayah kerja Cabang yang bersangkutan.
d.
Dalam
hal Cabang belum memiliki Ranting maka Musyawarah Kerja Cabang dihadiri oleh
Pengurus Cabang serta Anggota dalam wilayah kerja Cabang yang bersangkutan.
(3) Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah
Kerja Daerah, Musyawarah Kerja Cabang bertugas :
a.
Membahas
pelaksanaan program kerja tahun yang lalu, termasuk anggarannya.
b.
Menyusun
rencana program kerja tahun yang akan datang termasuk Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja.
c.
Membahas
hal-hal yang penting.
Pasal 19
Musyawarah Nasional Luar Biasa,
Musyawarah Daerah Luar Biasa dan Musyawarah Cabang Luar Biasa dapat
diselenggarakan:
a.
Apabila
Pengurus Pusat, Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang tidak menyelenggarakan
organisasi sesuai dg ketentuan AD / ART PMI.
b.
Untuk membahas
masalah-masalah yang sangat penting dan luar biasa termasuk mengangkat
Pengurus yang baru.
c.
Berdasarkan
keputusan Pengurus yang bersangkutan, atau berdasarkan usul tertulis sekurang-kurangnya
sepertiga dari utusan yang berhak hadir dalam Musyawarah Nasional, Musyawarah
Daerah dan Musyawarah Cabang.
Pasal 20
Rapat adalah pertemuan resmi yang
diselenggarakan oleh Pengurus Pusat, Daerah, Pengurus Cabang dan Pengurus Ranting
yang terdiri dari :
a. Rapat Pleno
Pengurus.
b.
Rapat-rapat
lainnya yang dianggap perlu.
|
|
BAB VIII
MUSYAWARAH DAN
RAPAT
Pasal 23
(1)
Pimpinan Musyawarah:
a.
Pengurus Pusat,
Daerah atau Cabang memimpin Rapat Paripurna Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah
atau Musyawarah Cabang sampai dengan diterimanya laporan pertanggung-jawaban
Pengurus Pusat, Daerah atau Cabang oleh Musyawarah.
b.
Rapat-Rapat
Paripurna selanjutnya, Rapat-rapat Komisi dan Rapat lainnya, dipimpin oleh
Pimpinan Rapat yang dipilih diantara peserta musyawarah yang bersangkutan
(2)
a.
Rancangan tata
tertib Musyawarah Nasional disusun oleh Pengurus Pusat untuk disahkan oleh
Musyawarah Nasional
b.
Rancangan tata
tertib Musyawarah Daerah disusun oleh Pengurus Daerah untuk disahkan oleh
Musyawarah Daerah
c.
Rancangan tata
tertib Musyawarah Cabang disusun oleh Pengurus Cabang untuk disahkan oleh
Musyawarah Cabang
Pasal 24
(1)
Penyusunan
Pertanggung jawaban Pengurus dilaksanakan sebagai berikut:
a.
Pertanggungjawaban
Pengurus Pusat disusun oleh Pengurus Pusat untuk disahkan oleh Musyawarah
Nasional
b.
Pertanggungjawaban
Pengurus Daerah disusun oleh Pengurus Daerah untuk disahkan oleh Musyawarah
Daerah
c.
Pertanggungjawaban
Pengurus Cabang disusun oleh Pengurus Cabang untuk disahkan oleh Musyawarah
Cabang
(2)
Pertanggung jawaban Pengurus termasuk pertanggung
jawaban perbendaharaan dalam bentuk tertulis dibagikan kepada peserta sebelum
Muyawarah dimulai
Pasal 25
(1) Setelah pertanggung jawaban Pengurus diterima oleh
Musyawarah,Pengurus yang bersangkutan dinyatakan Demisioner
(2) Setelah Pengurus dinyatakan Demisioner, Anggota
Pengurus yang bersangkutan menjadi peserta Musyawarah dan dapat pula diangkat
sebagai Narasumber
(3) Kewenangan Pengurus Demisioner diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Organisasi
Pasal 26
Pemilihan Pengurus :
(1) Ketua Umum PMI, Ketua PMI Daerah, dan Ketua PMI Cabang
dipilih langsung dalam Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah dan Musyawarah
Cabang
(2) Formatur terdiri dari sekurang-kurangnya 3(tiga) orang
dan sebanyak-banyaknya 7(tujuh) orang dipilih dalam musyawarah Nasional,
Musyawarah Daerah atau Musyawarah Cabang untuk membentuk kepengurusan lengkap
Pengurus Pusat, Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang dengan Ketua PMI Terpilih
sebagai Ketua Formatur
(3) Formatur berkewajiban menyelesaikan tugasnya dalam jangka
waktu paling lama 1(satu) bulan setelah pemilihan
Pasal 27
(1) Pengurus
Pusat mengajukan Rancangan Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis untuk
kurun waktu lima tahun berikutnya
(2)
Pengurus Daerah
mengajukan Rencana Program pelaksanaan tugas PMI sesuai dengan kondisi
wilayahnya berdasarkan Pokok-pokok
Kebijakan dan Rencana Strategis PMI untuk kurun waktu lima tahun berikutnya
(3)
Pengurus Cabang
mengajukan Rencana Program pelaksanaan tugas PMI sesuai dengan kondisi
wilayahnya berdasarkan Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis PMI untuk
kurun waktu lima tahun berikutnya
Pasal 28
Musyawarah
dapat mengambil keputusan mengenai masalah-masalah penting lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
ketentuan-ketentuan lain yang berlaku
Pasal 29
(1) Musyawarah
Kerja Nasional, Daerah dan Cabang dipersiapkan oleh penyelenggara Musyawarah
Kerja yang bersangkutan
(2) Persiapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup:
a.
Laporan
pelaksanaan Program Kerja, Realisai Anggaran dan Pendapatan serta Belanja
tahun yang lalu
b.
Rancangan
Program Kerja dan Rancangan Pendapatan serta Belanja untuk tahun yang akan
datang
c.
Hal-hal yang dianggap penting
(3) Musyawarah
Kerja Nasional, Daerah dan Cabang dipimpin oleh Pengurus Pusat, Daerah dan
Cabang yang bersangkutan.
Pasal 30
(1) Musyawarah Nasional Luar Biasa, Musyawarah Daerah Luar
Biasa, dan Musyawarah Cabang Luar Biasa diadakan atas prakarsa Pengurus yang
bersangkutan
(2)
a.
Musyawarah
Nasional Luar Biasa, dapat diadakan atas usul sepertiga jumlah Daerah dan
Cabang
b.
Musyawarah
Daerah Luar Biasa, dapat diadakan atas usul sepertiga jumlah Cabang
c.
Musyawarah
Cabang Luar Biasa, dapat diadakan atas usul sepertiga jumlah Ranting atau
jumlah anggota
(3) Musyawarah Luar Biasa, harus jelas mencantumkan acara
yang bersifat luar biasa di dalam undangan
(4) Musyawarah Luar Biasa, adalah sah apabila dihadiri dua
pertiga dari jumlah yang berhak hadir
(5) Keputusan di dalam Musyawarah Luar Biasa diambil atas
dasar Musyawarah mufakat, atau didukung sekurang-kurangnya tiga perempat dari
jumlah yang hadir sesuai dengan kuorom sebagaimana dimaksud ayat (4).
(6) Keputusan yang diambil dalam Musyawarah Luar Biasa sama
kuatnya dengan keputusan yang diambil dalam Musyawarah Nasional, Musyawarah
Daerah dan Musyawarah Cabang
Pasal 31
(1) Rapat Pleno Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus
Ranting dilakukan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam satu tahun yang
disesuaikan menurut kebutuhan organisasi
(2) Rapat Pleno ditingkat Pusat, Daerah, Cabang dan Ranting
adalah sah, apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah dari jumlah
Pengurus yang bersangkutan
|
|
BAB IX
KEPENGURUSAN
Pasal 21
(1) Kepengurusan PMI terdiri dari :
a.
Pengurus Pusat.
b.
Pengurus
Daerah.
c.
Pengurus
Cabang.
(3)
Sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12, PMI Cabang dapat membentuk Pengurus Ranting.
Pasal
22
(1)
Pengurus
Pusat PMI dipilih oleh Musyawarah Nasional sebanyak-banyaknya 15 (lima belas)
orang, terdiri dari :
a. Ketua Umum.
b.
Beberapa
Ketua yang masing-masing menangani bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan.
c. Sekretaris
Jenderal.
d. Wakil
Sekretaris Jenderal.
e. Bendahara.
f. Beberapa
Anggota.
(2)
Ketua
Umum dipilih untuk masa bakti selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali
untuk satu periode berikutnya.
(3)
Apabila
Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas maka dapat menunjuk salah seorang
Ketua.
(4)
Apabila
Ketua Umum berhalangan tetap, pelaksanaan tugas Ketua Umum dijabat oleh salah
seorang Ketua yang diputuskan dalam Rapat Pleno Pengurus.
(5)
Tugas
sehari-hari Pengurus Pusat dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal dibantu oleh
Wakil Sekretaris Jendral dan bertanggung jawab kepada Ketua Umum.
Pasal 23
(1)
Pengurus
Pusat PMI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
(2)
Pengurus
Pusat mewakili PMI ke dalam dan ke luar organisasi.
Pasal 24
Pengurus
Pusat berkewajiban :
a.
Melaksanakan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b.
Melaksanakan
keputusan Musyawarah Nasional dan Musyawarah Kerja Nasional.
c.
Mengkoordinasikankan,
membina dan mengawasi seluruh kegiatan PMI Daerah dan Cabang.
Pasal 25
Pengurus Pusat mempertanggungjawabkan pelaksanaan
tugasnya pada Musyawarah Nasional.
Pasal 26
(1)
Pengurus
Daerah PMI dipilih oleh Musyawarah Daerah, sebanyak-banyaknya 13 orang,
terdiri dari :
a. Seorang
Ketua.
b. Seorang atau
lebih Wakil Ketua, sesuai kebutuhan.
c. Seorang
Sekretaris.
d. Seorang Wakil
Sekretaris.
e. Seorang
Bendahara.
f. Beberapa
orang Anggota.
(2)
Ketua
Pengurus Daerah dipilih untuk masa bakti selama 5 (lima) tahun dan
selanjutnya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
(3)
Apabila
Ketua tidak dapat menjalankan tugas, maka dapat menunjuk salah seorang Wakil
Ketua.
(4)
Tugas
sehari-hari Pengurus Daerah dilaksanakan oleh Sekretaris PMI Daerah dibantu
oleh Wakil Sekretaris dan bertanggung jawab kepada Ketua.
Pasal 27
Pengurus Daerah berkedudukan di
Ibukota Propinsi yang bersangkutan.
Pasal 28
Pengurus
Daerah berkewajiban :
a.
Melaksanakan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b.
Melaksanakan
Keputusan Musyawarah Daerah dan Musyawarah Kerja Daerah.
c.
Melaksanakan
keputusan-keputusan Pengurus Pusat.
d.
Mengkoordinasikan,
membina dan mengawasi seluruh kegiatan Cabang dalam wilayah kerjanya.
e.
Melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus Pusat secara periodik.
Pasal 29
Pengurus
Daerah mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya pada`Musyawarah Daerah.
Pasal 30
(1) Pengurus Cabang PMI dipilih oleh Musyawarah Cabang
sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang, terdiri dari :
a. Seorang
Ketua.
b. Seorang atau
lebih Wakil Ketua, sesuai kebutuhan.
c. Seorang
Sekretaris.
d. Seorang Wakil
Sekretaris.
e. Seorang
Bendahara.
f. Beberapa
orang Anggota.
(2)
Ketua
Pengurus Cabang dipilih untuk masa bakti selama 5 (lima) tahun dan
selanjutnya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
(3)
Apabila
Ketua tidak dapat menjalankan tugasnya maka dapat menunjuk salah seorang
Wakil Ketua.
(4)
Tugas
sehari-hari Pengurus Cabang dilaksanakan oleh Sekretaris PMI Cabang sebagai
Pemimpin pelaksana tugas sehari-hari.
Pasal 31
Pengurus Cabang berkedudukan di
Ibukota Kabupaten / Kota yang bersangkutan.
Pasal 32
Pengurus
Cabang berkewajiban :
a.
Melaksanakan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b.
Melaksanakan
keputusan Musyawarah Cabang dan Musyawarah Kerja Cabang.
c.
Melaksanakan
keputusan-keputusan Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah.
d.
Mengkoordinasikan,
membina dan mengawasi seluruh kegiatan Ranting dan anggota dalam wilayah
kerjanya.
e.
Melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus Daerah secara Periodik.
Pasal 33
Pengurus
Cabang mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya pada`Musyawarah Cabang.
Pasal 34
(1) Pengurus Ranting diangkat oleh Pengurus Cabang
sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang, dengan memperhatikan usul dari
anggota-anggota yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan Camat sebagai
Pelindung, terdiri dari :
a. Seorang
Ketua.
b. Seorang Wakil
Ketua.
c. Seorang
Sekretaris.
d. Seorang
Bendahara.
e. Seorang
anggota atau lebih.
(2)
Pengurus
Ranting diangkat untuk masa bakti selama 3 (tiga) tahun.
(3)
Pengurus
Ranting berkedudukan di Kecamatan yang bersangkutan.
Pasal 35
Pengurus
Ranting berkewajiban:
a.
Melaksanakan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b.
Melaksanakan
keputusan keputusan Pengurus Pusat, Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang.
c.
Melaksanakan
tugas-tugas kepalangmerahan yang dibebankan oleh Pengurus Cabang.
d.
Melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus Cabang secara periodik.
Pasal 36
Pengurus
Ranting mempertanggungjawabkan seluruh pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus
Cabang.
|
BAB VIII
KEPENGURUSAN
Pasal 16
(1)
Pengurus adalah orang perorangan yang dipilih
dan ditetapkan berdasarkan hasil Musyawarah atau Musyawarah Luar Biasa PMI
pada masing-masing tingkatan untuk menjalankan roda organisasi secara
kolektif.
(2)
Khusus untuk Pengurus Kecamatan adalah orang
perorangan yang ditetapkan oleh Pengurus Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3)
Kepengurusan PMI terdiri dari:
a.
Pengurus Pusat;
b.
Pengurus Provinsi;
c.
Pengurus Kabupaten/Kota;
d. Pengurus
Kecamatan.
Pasal
17
(1) Pengurus
Pusat PMI sebanyak-banyaknya 15 (lima belas) orang yang dipilih dan
diputuskan oleh Musyawarah Nasional, terdiri dari Ketua Umum, seorang Wakil
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara dan Anggota.
(2) Kepemimpinan
Pengurus Pusat PMI bersifat kolektif,
yang dipimpin oleh Ketua Umum.
(3) Pengurus
Pusat PMI bertugas untuk:
a. Membangun
dan mengembangkan organisasi PMI agar dapat melaksanakan tugas pokok dan
fungsi sesuai dengan mandat dan penugasan yang diberikan;
b. Menegakkan
dan mengawasi pelaksanaan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah;
c. Membuat
dan menetapkan kebijakan yang mengacu pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga, hasil-hasil Musyawarah
Nasional dan Musyawarah Kerja Nasional;
d. Mewakili
PMI ke dalam dan ke luar organisasi, nasional dan internasional;
e. Mengangkat
dan memberhentikan Kepala Markas PMI Pusat;
f. Memutuskan
pelepasan aset–aset PMI untuk
disewakan, dijaminkan dan dijual kepada pihak ketiga atau dihapuskan, serta
penambahan aset baru sebagaimana yang diusulkan oleh Kepala Markas PMI Pusat;
g. Mengawasi
dan mengevaluasi secara berkala kinerja Kepala Markas PMI Pusat;
h. Mempertanggungjawabkan
hasil pelaksanaan pokok-pokok kebijakan dan rencana strategis serta
pelaksanaan tugas lainnya selama masa baktinya pada Musyawarah Nasional;
i. Melantik
Pengurus Provinsi.
(4) Masa
Bakti Pengurus Pusat selama 5 (lima) tahun.
(5) Hal-hal
yang berkaitan pengaturan tugas Pengurus Pusat dengan Kepala Markas PMI Pusat
akan diatur di dalam Peraturan Organisasi.
Pasal
18
Pengurus
Pusat PMI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia
Pasal
19
Pengurus Pusat berkewajiban :
a.
Melaksanakan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b.
Melaksanakan
pengawasan atas pelaksanaan keputusan Musyawarah Nasional dan Musyawarah
Kerja Nasional;
c.
Melaksanakan pengawasan dan pembinaan
terhadap Pengurus Provinsi dan Pengurus Kabupaten/Kota.
d.
Mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya pada Musyawarah Nasional.
e.
Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada
Pelindung secara berkala.
Pasal 20
(1) Pengurus Provinsi PMI
sebanyak-banyaknya 13 (tiga belas) orang yang dipilih dan diputuskan oleh
Musyawarah Provinsi, terdiri dari Ketua, seorang atau lebih Wakil Ketua,
Sekretaris, Bendahara dan Anggota.
(2) Kepemimpinan Pengurus Provinsi PMI
bersifat kolektif, yang dipimpin oleh Ketua.
(3) Pengurus Provinsi PMI bertugas untuk:
a. Membangun dan mengembangkan organisasi
PMI agar dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan mandat dan
penugasan yang diberikan;
b. Menegakkan dan mengawasi pelaksanaan
Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah;
c. Membuat dan menetapkan kebijakan yang
mengacu pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, hasil-hasil Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi,
Musyawarah Kerja Nasional, dan
Musyawarah Kerja Provinsi;
d. Mewakili PMI ke dalam dan ke luar
organisasi di daerahnya;
e. Mengawasi dan mengevaluasi secara
berkala kinerja Kepala Markas PMI Provinsi;
f. Mempertanggungjawabkan
hasil pelaksanaan rencana program pokok serta pelaksanaan tugas lainnya
selama masa baktinya pada Musyawarah Provinsi;
g. Melantik
Pengurus Kabupaten/Kota.
(4) Masa
Bakti Pengurus Provinsi selama 5
(lima) tahun.
(5) Hal-hal
yang berkaitan pengaturan tugas Pengurus Provinsi dengan Kepala Markas PMI Provinsi
akan diatur di dalam Peraturan Organisasi.
Pasal
21
Pengurus Provinsi
berkedudukan di Ibukota Provinsi yang bersangkutan.
Pasal 22
Pengurus
Provinsi
berkewajiban :
a.
Melaksanakan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga;
b.
Melaksanakan
pengawasan atas pelaksanaan Keputusan Musyawarah Provinsi dan Musyawarah Kerja Provinsi;
c.
Melaksanakan
keputusan-keputusan Pengurus Pusat;
d.
Melaksanakan pengawasan dan pembinaan
terhadap Pengurus Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya;
e.
Melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus Pusat dan Pelindung secara berkala.
f. Mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya pada Musyawarah Provinsi.
Pasal
23
(1) Pengurus
Kabupaten/Kota PMI sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang yang dipilih dan
diputuskan oleh Musyawarah Kabupaten/Kota, terdiri dari Ketua, seorang atau
lebih Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota.
(2) Kepemimpinan
Pengurus Kabupaten/Kota PMI bersifat
kolektif, yang dipimpin oleh Ketua.
(3) Pengurus
Kabupaten/Kota PMI bertugas untuk:
a. Membangun
dan mengembangkan organisasi PMI agar dapat melaksanakan tugas pokok dan
fungsi sesuai dengan mandat dan penugasan yang diberikan;
b. Menegakkan
dan mengawasi pelaksanaan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah;
c. Membuat
dan menetapkan kebijakan yang mengacu pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga, hasil-hasil Musyawarah
Nasional, Musyawarah Provinsi, Musyawarah Kabupaten/Kota, Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah
Kerja Provinsi, dan Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota;
d. Mewakili
PMI ke dalam dan ke luar organisasi di wilayah kerjanya;
e. Mengangkat
dan memberhentikan Kepala Markas PMI Kabupaten/Kota;
f. Mengawasi dan mengevaluasi secara berkala
kinerja Kepala Markas PMI Kabupaten/Kota;
g. Mempertanggungjawabkan
hasil pelaksanaan rencana program pokok serta pelaksanaan tugas lainnya
selama masa baktinya pada Musyawarah Kabupaten/Kota;
h. Melantik
Pengurus Kecamatan.
(4) Masa
Bakti Pengurus Kabupaten/Kota selama 5 (lima) tahun.
(5) Hal-hal
yang berkaitan pengaturan tugas Pengurus Kabupaten/Kota dengan Kepala Markas PMI
Kabupaten/Kota akan diatur di dalam Peraturan Organisasi.
Pasal
24
Pengurus Kabupaten/Kota berkedudukan di Ibukota
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal
25
Pengurus Kabupaten/Kota berkewajiban :
a.
Melaksanakan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b.
Melaksanakan
pengawasan atas pelaksanaan keputusan Musyawarah Cabang dan Musyawarah Kerja
Cabang;
c.
Melaksanakan
keputusan-keputusan Pengurus Pusat dan Pengurus Provinsi;
d.
Melaksanakan pengawasan dan pembinaan
terhadap Pengurus Kecamatan di wilayah kerjanya;
e.
Melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus Provinsi dan Pelindung secara berkala.
f. Mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya pada Musyawarah Kabupaten/Kota.
Pasal
26
(1) Pengurus
Kecamatan diangkat oleh Pengurus Kabupaten/Kota sebanyak-banyaknya 7 (tujuh)
orang, dengan memperhatikan usul dari anggota-anggota yang bersangkutan
setelah berkonsultasi dengan Camat sebagai Pelindung.
(2) PMI
Kecamatan sebagai pelaksana kebijakan PMI Kabupaten/Kota, maka susunan dan
komposisi Pengurus Kecamatan ditetapkan oleh Pengurus Kabupaten/Kota.
(3) Pengurus
Kecamatan diangkat untuk masa bakti selama 5 (lima) tahun.
(4) Pengurus
Kecamatan berkedudukan di Ibu Kota Kecamatan yang bersangkutan.
Pasal
27
Pengurus Kecamatan berkewajiban:
a.
Melaksanakan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b.
Melaksanakan
keputusan-keputusan Pengurus Kabupaten/Kota;
c.
Melaksanakan
tugas-tugas kepalangmerahan yang diberikan oleh Pengurus Kabupaten/Kota;
d.
Melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus Kabupaten/Kota dan Pelindung secara berkala.
e. Mempertanggung
jawabkan seluruh pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal
28
Ketua Umum dipilih untuk masa bakti selama 5 (lima) tahun dan
dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
|
BAB IX
KEPENGURUSAN
Pasal 32
(1)
Syarat-syarat
bagi seseorang calon Anggota Pengurus adalah:
a. Warga Negara Indonesia yang setia pada Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945.
b. Belum pernah dihukum atau tidak terlibat dalam organisasi
terlarang.
c. Bersedia menerima Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
dan Garis-garis Kebijakan PMI.
d. Berpengalaman dalam berorganisasi.
e. Memiliki rasa pengabdian yang penuh terhadap PMI.
f. Menandatangani pernyataan sanggup dicalonkan menjadi
Anggota Pengurus.
g. Bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk organisasi.
h. Seorang Anggota Pengurus tidak dibenarkan merangkap
menjadi Pengurus pada tingkat kepengurusan PMI lainnya.
(2) Khusus untuk jabatan Sekretaris Jenderal yang
difungsikan sebagai Pimpinan pelaksana tugas sehari-hari disamping
persyaratan tersebut pada ayat (1) ditambah persyaratan:
a. Memiliki
kemampuan dan pengalaman manajerial profesional.
b. Bekerja
penuh sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pimpinan pelaksana tugas
sehari-hari dan kepadanya diberikan uang kehormatan.
Pasal 33
(1) a. Pengurus
Pusat mulai berfungsi setelah disahkan oleh Musyawarah Nasional.
b. Serah
terima antara Pengurus Pusat lama dan Pengurus Pusat baru harus dilaksanakan
selambat-lambatnya satu bulan setelah pengesahan Pengurus Pusat oleh Musyawarah
Nasional.
(2) a. Pengurus
Daerah mulai berfungsi setelah mendapatkan Surat Pengesahan dari Pengurus
Pusat.
b. Serah
terima antar Pengurus Daerah lama dan Pengurus Daerah baru harus dilaksanakan
selambat-lambatnya satu bulan setelah pengesahan Pengurus Daerah oleh
Pengurus Pusat.
(3) a. Pengurus
Cabang mulai berfungsi setelah mendapatkan Surat Pengesahan dari Pengurus
Daerah.
b. Serah
terima antara Pengurus Cabang lama dengan Pengurus Cabang baru harus
dilaksanakan selambat-lambatnya satu bulan setelah pengesahan Pengurus Cabang
oleh Pengurus Daerah.
(4) a. Pengurus
Ranting mulai berfungsi setelah mendapatkan Pengesahan dari Pengurus Cabang
b. Serah
terima antara Pengurus Ranting lama dan Pengurus Ranting baru harus
dilaksanakan selambat-lambatnya satu bulan setelah pengesahan Pengurus
Ranting oleh Pengurus Cabang
Pasal 34
Dalam
melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Pengurus Pusat
berkewajiban:
a. Menetapkan peraturan pelaksanaan
dari keputusan-keputusan Musyawarah Nasional termasuk lampiran keputusan yang
tak terpisahkan dengan Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional.
b. Menyusun Program Tahunan atas
dasar pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis PMI hasil Musyawarah
Nasional.
c. Menyelenggarakan Musyawarah Kerja
Nasional sekali setahun sesuai dengan Pasal 18 Anggaran Dasar PMI.
Pasal 35
Dalam memimpin PMI, Pengurus Pusat:
(1) Melaksanakan pembinaan, pengembangan dan pengawasan
kepalangmerahan di seluruh wilayah Republik Indonesia melalui hubungan dan
pendekatan, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan segenap jajaran PMI.
(2) Bekerjasama dengan Pemerintah Pusat dan
organisasi-organisasi lain di tingkat Pusat.
(3) Berpartisipasi aktif dalam kegiatan Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional serta bekerjasama dengan
lembaga-lembaga Internasional lainnya.
(4) Melakukan hal-hal lain untuk kepentingan PMI.
Pasal 36
(1) Pengurus Pusat mewakili PMI didalam dan diluar
pengadilan.
(2) Apabila dianggap perlu Pengurus Pusat dapat
mendelegasikan wewenang sebagaimana dimaksud pda ayat (1) kepada Pengurus
Daerah atau Pengurus Cabang.
Pasal 37
Dalam
melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Kerja Daerah,
Pengurus Daerah berkewajiban:
(1) Menetapkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan
pelaksanaan dari keputusan Musyawarh Daerah dan keputusan Pengurus Pusat
(2) Menyusun Program Tahunan berdasarkan Rencana Program
Lima Tahun hasil Musyawarah Daerah
(3) Melaksanakan Musyawarah Kerja Daerah sekali setahun
sesuai dengan Pasal 18 Anggaran Dasar.
Pasal 38
Dalam
memimpin pelaksanaan tugas-tugas PMI di wilayah kerjanya, PMI Daerah
berkewajiban:
(1) Melaksanakan pembinaan, pengembangan dan
pengawasan kepalangmerahan serta hubungan dan pendekatan, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan PMI Cabang.
(2) Melakukan kerjasama dengan Pemerintah
Daerah dan organisasi-organisasi lain di tingkat Daerah yang bersangkutan.
Pasal 39
Dalam
melaksanakan keputusan Musyawarah Cabang, Pengurus Cabang berkewajiban:
(1) Menetapkan
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan pelaksanaan dari keputusan Musyawarah Cabang dan Keputusan
Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat.
(2) Menyusun program tahunan berdasarkan
Rencana Program Lima Tahun hasil Musyawarah Cabang.
(3) Melaksanakan
Musyawarah Kerja Cabang sekali setahun sesuai dengan Pasal 18 Anggaran Dasar.
Pasal 40
Dalam
melaksanakan tugas operasional di wilayah kerjanya Pengurus Cabang
berkewajiban:
(1) Melakukan hubungan, pendekatan baik secara langsung
maupun tak langsung dengan pengurus Ranting.
(2) Melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota
dan organisasi-organisasi lain wilayah kerjanya.
Pasal 41
Pengurus
Cabang menyampaikan laporan kepada Pengurus Daerah, dengan tindasan kepada
Pengurus Pusat berupa:
a. Laporan
berkala sesuai dengan petunjuk Pengurus Pusat mengenai pelaksanaan tugas
kepalangmerahan di daerahnya.
b. Laporan
insidentil mengenai pelaksanaan tugas yang diberikan secara khusus oleh Pengurus Daerah,
pengurus Pusat atau mengenai hal-hal yang dianggap penting oleh pengurus
Cabang.
Pasal 42
Dalam
melaksanakan tugas operasional di wilayah kerjanya, Pengurus Ranting
berkewajiban:
a. Melakukan
hubungan, pendekatan baik secara langsung maupun tak langsung dengan Anggota.
b. Melakukan
kerjasama dengan pihak Kecamatan dan organisasi-organisasi lain di wilayah
kerjanya.
Pasal 43
Pengurus
Ranting menyampaikan laporan kepada Pengurus Cabang, dengan tindasan kepada
Pengurus Daerah berupa:
a. Laporan
berkala sesuai dengan petunjuk Pengurus Pusat mengenai pelaksanaan tugas
kepalangmerahan di daerahnya.
b. Laporan
insidentil mengenai pelaksanaan tugas yang diberikan secara khusus oleh
Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat atau mengenai hal-hal yang
dianggap penting oleh Pengurus Ranting.
Pasal 44
(1) Apabila terjadi kekosongan Pengurus di tingkat Pusat,
kekosongan dapat diisi berdasarkan Keputusan Rapat Pleno Pengurus Pusat.
(2) Apabila terjadi kekosongan Pengurus di tingkat Daerah,
kekosongan dapat diisi berdasarkan keputusan Rapat Pleno Pengurus Daerah
serta diusulkan kepada Pengurus Pusat untuk mendapatkan pengesahan.
(3) Apabila terjadi kekosongan Pengurus di tingkat Cabang
, kekosongan dapat diisi berdasarkan
keputusan Rapat Pleno Pengurus Cabang serta diusulkan kepada Pengurus Daerah
untuk mendapatkan pengesahan, dan di laporkan kepada Pengurus Pusat.
(4) Apabila terjadi kekosongan Pengurus di tingkat Ranting
kekosongan dapat diisi berdasarkan keputusan Rapat Pleno Pengurus Cabang atas usul Pengurus Ranting dan di Laporkan kepada Pengurus Daerah.
|
BAB VII
KEPENGURUSAN
Pasal 12
Syarat-syarat bagi seseorang calon Pengurus adalah:
a.
Warga Negara
Indonesia yang setia pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
b.
Belum pernah
dihukum atau tidak terlibat dalam organisasi terlarang;
c.
Bersedia
menerima Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan Garis-garis Kebijakan
PMI;
d.
Berpengalaman dalam berorganisasi;
e. Bersedia
mengabdi untuk memajukan PMI;
f.
Bersedia
menyediakan waktu dan tenaga untuk organisasi;
g. Tidak
dibenarkan merangkap menjadi Pengurus pada tingkat kepengurusan PMI dan/atau
unit organisasi PMI lainnya;
h. Menandatangani
pernyataan sanggup dicalonkan menjadi Pengurus dan memenuhi ketentuan
organisasi.
Pasal 13
(1) Pengurus Pusat mulai berfungsi setelah disahkan
oleh Musyawarah Nasional.
(2) Pengurus Provinsi
mulai berfungsi setelah mendapatkan Surat Pengesahan dari Pengurus Pusat.
(3) Pengurus Kabupaten/Kota mulai berfungsi setelah
mendapatkan Surat Pengesahan dari Pengurus Provinsi.
(4) Pengurus Kecamatan mulai berfungsi setelah ditetapkan
oleh Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal 14
(1) Serah
terima antara Pengurus yang Lama dan Pengurus yang Baru pada masing-masing
tingkatan harus dilaksanakan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
pengesahan oleh Musyawarah Nasional untuk Pengurus Pusat dan pengesahan Pengurus Pusat untuk Pengurus Provinsi,
Pengurus Provinsi untuk Pengurus Kabupaten/Kota, dan Pengurus Kabupaten/Kota
untuk Pengurus Kecamatan.
(2) Pada
serah terima kepengurusan sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas, wajib
dilengkapi dengan berita acara serah terima yang mencakup Keuangan, Harta
Kekayaan, Hutang Piutang, Sumber Daya Manusia dan sumber daya lainnya.
Pasal 15
Dalam
melaksanakan keputusan Musyawarah Nasional, Pengurus Pusat berkewajiban:
a.
Menjabarkan pokok-pokok kebijakan dan Rencana Strategis PMI dalam
bentuk program kerja tahunan;
b.
Menetapkan peraturan pelaksanaan;
c.
Melaksanakan pengawasan, pembinaan, dan pengembangan kegiatan kepalangmerahan
di seluruh wilayah Republik Indonesia melalui hubungan dan pendekatan, baik
secara langsung maupun tidak langsung
dengan segenap jajaran PMI;
d.
Bekerjasama dengan Pemerintah dalam
mengembangkan kegiatan kepalangmerahan;
e.
Membangun jejaring dengan pemangku
kepentingan lainnya di tingkat Pusat dalam rangka pengembangan
kepalangmerahan;
f.
Berpartisipasi aktif dalam kegiatan Gerakan
Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah serta bekerjasama dengan
lembaga-lembaga Internasional lainnya;
g.
Melakukan hal-hal lain untuk kepentingan PMI.
Pasal 16
(1) Pengurus Pusat mewakili PMI di dalam dan di luar
pengadilan.
(2) Apabila dianggap perlu Pengurus Pusat dapat
mendelegasikan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Pengurus Provinsi
atau Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal 17
Dalam
melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Provinsi, Musyawarah Kerja Provinsi,
Pengurus Provinsi
berkewajiban:
a.
Menjabarkan pokok-pokok kebijakan, Rencana Strategis PMI dan
Rencana Program Pokok dalam bentuk rencana kerja tahunan;
b.
Melaksanakan pengawasan, pembinaan, dan pengembangan kegiatan kepalangmerahan
di seluruh wilayah Provinsi melalui hubungan dan pendekatan, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan
segenap jajaran PMI;
c.
Bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi dalam
mengembangkan kegiatan kepalangmerahan;
d.
Membangun jejaring dengan pemangku
kepentingan lainnya di tingkat Provinsi dalam rangka pengembangan
kepalangmerahan;
e.
Melakukan hal-hal lain untuk kepentingan PMI Provinsi.
Pasal 18
Dalam
melaksanakan keputusan Musyawarah Kabupaten/Kota, Pengurus Kabupaten/Kota berkewajiban:
a.
Menjabarkan pokok-pokok kebijakan, Rencana Strategis PMI dan
Rencana Program Pokok dalam bentuk rencana kerja tahunan;
b.
Melaksanakan pengawasan, pembinaan, dan pengembangan kegiatan kepalangmerahan
di seluruh wilayah Kabupaten/Kota melalui hubungan dan pendekatan, baik
secara langsung maupun tidak langsung
dengan segenap jajaran PMI;
c.
Bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi dalam
mengembangkan kegiatan kepalangmerahan;
d.
Membangun jejaring dengan pemangku
kepentingan lainnya di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka pengembangan
kepalangmerahan;
e.
Melakukan hal-hal lain untuk kepentingan PMI Kabupaten/Kota.
Pasal
19
Pengurus Kecamatan berkewajiban:
(1) Melaksanakan
tugas-tugas yang diberikan oleh Pengurus Kabupaten/Kota;
(2) Melakukan
hubungan, pendekatan dan kerja sama dengan pemangku kepentingan di wilayah
kerjanya.
Pasal
20
(1) Pengurus
Pusat menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepalangmerahan pada Musyawarah
Kerja Nasional dengan tembusan kepada Pembina PMI.
(2) Pengurus
Provinsi, Pengurus Kabupaten/Kota, dan Pengurus Kecamatan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas
kepalangmerahan kepada Pengurus setingkat di atasnya dengan tembusan kepada
Pembina PMI di masing-masing tingkatan.
|
|
|
|
BAB
VIII
PERGANTIAN
ANTAR WAKTU
Pasal
21
(1) Kekosongan Pengurus di
tingkat Pusat, diisi berdasarkan Keputusan Musyawarah Kerja Nasional.
(2) Kekosongan Pengurus di
tingkat Provinsi, diisi berdasarkan keputusan Musyawarah Kerja Provinsi serta
diusulkan kepada Pengurus Pusat untuk mendapatkan pengesahan.
(3) Kekosongan Pengurus di
tingkat Kabupaten/Kota, diisi
berdasarkan keputusan Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota serta diusulkan kepada
Pengurus Provinsi untuk mendapatkan pengesahan.
(4) Kekosongan Pengurus di
tingkat Kecamatan, diisi berdasarkan keputusan Rapat Pleno Pengurus Kabupaten/Kota atas usul Pengurus Kecamatan.
|
|
BAB
IX
KEANGGOTAAN
Pasal
29
(1)
Anggota PMI adalah pribadi-pribadi/individu
yang memenuhi syarat sebagai anggota PMI.
(2) Keanggotaan PMI terbuka bagi setiap orang tanpa
membedakan agama, bangsa, suku bangsa, golongan, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa dan pandangan politik.
(3)
Anggota PMI
terdiri dari:
a.Anggota Biasa;
b.Anggota Luar Biasa;
c.Anggota Kehormatan.
|
|
BAB IX
Keanggotaan
Pasal
22
(1) Anggota
Biasa adalah mereka yang telah berusia 18 tahun atau telah menikah.
(2) Anggota
Luar Biasa adalah warga negara asing yang telah berusia 18 tahun atau telah
menikah.
(3) Anggota
Kehormatan adalah mereka yang dianggap telah berjasa memberikan sumbangan
yang sangat berarti terhadap kemajuan PMI.
Pasal
23
Anggota
Biasa mendaftarkan diri kepada Pengurus Kabupaten/Kota di wilayah domisili
yang bersangkutan.
Pasal
24
Hak dan Kewajiban Anggota Biasa:
(1) Hak Anggota Biasa adalah:
a.
Mendapat
pembinaan dan pengembangan dari PMI;
b.
Menyampaikan
pendapat dalam forum-forum/pertemuan resmi PMI;
c.
Memiliki hak
bicara dan hak suara dalam setiap musyawarah di tingkat Kabupaten/Kota dan setiap rapat di
tingkat Kecamatan;
d.
Memilih dan
dipilih sebagai Pengurus PMI.
(2) Kewajiban
Anggota Biasa adalah:
a.
Menjalankan dan
menyebarluaskan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah;
b.
Mematuhi
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan organisasi PMI lainnya;
c.
Mempromosikan
kegiatan PMI;
d.
Berpartisipasi
aktif dalam kegiatan PMI;
e.
Menjaga nama
baik PMI;
f.
Membayar uang iuran keanggotaan.
Pasal
27
Anggota
Luar Biasa mendaftarkan diri kepada Pengurus Kabupaten/Kota di wilayah domisili
yang bersangkutan.
Pasal
28
Hak dan
Kewajiban Anggota Luar Biasa:
(1) Hak Anggota Luar Biasa adalah:
a. Mendapat pembinaan dan pengembangan dari Pengurus
PMI;
b.
Menyampaikan
pendapat dalam forum-forum/pertemuan resmi PMI.
(2) Kewajiban
Anggota Luar Biasa adalah:
a.
Menjalankan dan
menyebarluaskan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah;
b.
Mematuhi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI;
c.
Mempromosikan kegiatan PMI;
d.
Berpartisipasi
aktif dalam kegiatan PMI;
e.
Menjaga nama baik PMI;
f.
Membayar uang iuran keanggotaan.
Pasal
29
Anggota
Kehormatan diangkat dengan Surat Keputusan Pengurus Pusat berdasarkan usulan
Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi atau Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal
30
Hak dan
Kewajiban Anggota Kehormatan:
(1) Hak Anggota Kehormatan adalah:
a.
Menyampaikan
pendapat dalam forum-forum/pertemuan resmi PMI;
b.
Berpartisipasi
aktif dalam kegiatan PMI;
c.
Dipilih sebagai Pengurus PMI.
(2) Kewajiban
Anggota Kehormatan adalah:
a.
Menjalankan dan
membantu menyebarluaskan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah;
b.
Mematuhi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI;
c.
Membantu
mempromosikan kegiatan PMI;
d.
Menjaga nama
baik PMI.
Pasal
31
(1) Keabsahan sebagai Anggota Remaja, Anggota Biasa dan
Anggota Luar Biasa PMI dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota yang
bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Kabupaten/Kota dan kepadanya diberikan
kartu anggota.
(2) Setiap anggota yang pindah keluar dari Kabupaten/Kota
dimana yang bersangkutan berdomisili diwajibkan memberitahukan kepada Kabupaten/Kota
yang bersangkutan dan melaporkan kepada Kabupaten/Kota di tempat tinggal yang baru.
Pasal
32
Pembinaan
Anggota dilaksanakan oleh Pengurus PMI sesuai tingkatannya.
Pasal
33
(1) Anggota PMI gugur keanggotaanya apabila yang
bersangkutan:
a.
Berhenti;
b.
Diberhentikan;
c.
Meninggal
dunia.
(2) Anggota PMI dapat diberhentikan oleh pengurus PMI
sesuai tingkatannya, apabila yang bersangkutan melakukan perbuatan yang
mencemarkan nama baik PMI dan/atau di jatuhi hukuman pidana yang telah
berkekuatan hukum tetap.
Pasal
34
(1) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan keanggotaan
PMI ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
(2) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan iuran Anggota
Biasa dan Anggota Luar Biasa ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
|
|
BAB X
RELAWAN
Pasal
30
(1) Relawan
PMI adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan kepalang merahan sesuai
dengan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah dengan sukarela.
(2) Relawan
PMI diwadahi dalam bentuk:
a.
Relawan Remaja (Palang Merah Remaja/PMR);
b.
Korps Sukarela (KSR);
c.
Tenaga Sukarela (TSR);
d.
Pendonor Darah Sukarela (DDS).
|
|
BAB X
RELAWAN
Pasal
35
(1)
Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa dapat
bergabung dalam wadah Korps Sukarela.
(2)
Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa yang memiliki keahlian khusus yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan PMI dapat menjadi Tenaga Sukarela.
(3)
Ketentuan–ketentuan yang berkaitan dengan Relawan
Remaja, Korps Sukarela, Tenaga Sukarela dan Pendonor Darah Sukarela ditetapkan
oleh Pengurus Pusat.
Pasal
36
Hak dan Kewajiban Relawan:
(1) Hak Relawan adalah:
a. Mendapat
pembinaan dan pengembangan kemampuan dan keterampilan dari PMI;
b. Menyampaikan
pendapat dalam forum-forum/pertemuan Relawan PMI;
c. Memiliki
hak bicara dan hak suara dalam setiap musyawarah di tingkat Kabupaten/Kota
dan setiap rapat di tingkat Kecamatan melalui wadah Palang Merah Remaja,
Korps Sukarela, Tenaga Sukarela dan Pendonor Darah Sukarela;
d. Dapat
dipilih sebagai Pengurus PMI.
(2) Kewajiban Relawan adalah:
a. Menjalankan
dan menyebarluaskan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah;
b. Mematuhi
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan organisasi PMI lainnya;
c. Mempromosikan
kegiatan PMI;
d. Melaksanakan
tugas-tugas kepalangmerahan yang diberikan oleh Pengurus dan/atau Kepala
Markas;
e. Menjaga
nama baik PMI;
|
|
BAB XI
KARYAWAN
Pasal 31
(1) Karyawan PMI adalah individu yang
bekerja pada organisasi PMI dan memperoleh imbalan berupa gaji atau honor
sesuai dengan tugas/tanggungjawabnya dan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
(2)
Karyawan PMI diangkat dan diberhentikan oleh
Pengurus atas usul Kepala Markas PMI.
|
|
BAB
XI
KARYAWAN
Pasal
37
Persyaratan, Hak dan Kewajiban Karyawan
diatur lebih lanjut dalam Pedoman Karyawan yang ditetapkan oleh Pengurus
Pusat.
|
|
BAB XII
MUSYAWARAH DAN
RAPAT
Pasal 32
Musyawarah terdiri dari :
a.
Musyawarah
Nasional PMI (Munas), Musyawarah Provinsi Daerah PMI (Muspro) dan
Musyawarah Kabupaten/Kota PMI (Muskab/Muskot);
b.
Musyawarah
Kerja Nasional (Mukernas), Musyawarah Kerja Provinsi (Mukerpro) dan Musyawarah
Kerja Kabupaten/Kota (Mukerkab/ Mukerkot);
c.
Musyawarah
Nasional Luar Biasa (Munaslub), Musyawarah Provinsi Luar Biasa (Musprolub)
dan Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa
(Muskablub/Muskotlub).
Pasal 33
(1)
Musyawarah
Nasional, Musyawarah Provinsi dan Musyawarah Kabupaten/Kota masing masing diadakan
1 (satu) kali dalam kurun waktu 5 (lima) tahun.
(2)
Musyawarah
Nasional, Musyawarah Provinsi dan Musyawarah Kabupaten/Kota sah apabila
dihadiri oleh sekurang–kurangnya dua per tiga dari jumlah peserta yang berhak
hadir.
(3)
Setiap
keputusan pada Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi, Musyawarah Kabupaten/Kota
diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.
(4)
Apabila
keputusan tidak dapat diambil dengan suara bulat (aklamasi), maka keputusan
diambil dengan suara terbanyak (voting).
Pasal
34
(1) Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan
tertinggi di dalam PMI.
(2) Peserta
Musyawarah Nasional adalah
Pengurus Pusat PMI, Utusan Pengurus Provinsi PMI dan Utusan Pengurus Kabupaten/Kota
PMI.
(3)
Musyawarah Nasional dapat dihadiri oleh
Peninjau yang ditentukan oleh Pengurus Pusat.
(4) Peserta memiliki hak bicara, hak
suara, hak memilih dan hak dipilih.
(5) Peninjau hanya memiliki hak bicara.
(6)
Musyawarah
Nasional bertugas :
a. Menetapkan jadual cara dan tata tertib Musyawarah Nasional;
b. Menilai Pertanggungjawaban Pengurus Pusat
selama masa baktinya;
c. Menetapkan Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana
Strategis PMI untuk kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang;
d. Memilih Pengurus Pusat PMI untuk masa
bakti 5 (lima) tahun mendatang;
e. Membahas dan menetapkan hal-hal penting lainnya
yang bersifat strategis.
Pasal 35
(1)
Musyawarah
Provinsi
adalah pemegang kekuasaan tertinggi di dalam wilayah kerja Daerah yang
bersangkutan.
(2)
Peserta
Musyawarah Daerah
adalah Pengurus Provinsi PMI dan Utusan Pengurus Kabupaten/Kota
PMI di wilayah kerja provinsi yang bersangkutan serta Utusan Pengurus
Pusat.
(3) Musyawarah Provinsi dapat dihadiri
oleh Peninjau yang ditentukan oleh Pengurus Provinsi.
(4) Peserta memiliki hak bicara, hak
suara, hak memilih dan hak dipilih.
(5) Peninjau hanya memiliki hak bicara.
(6)
Musyawarah Provinsi bertugas :
a.
Menetapkan
jadual acara dan tata tertib Musyawarah Provinsi;
b.
Menilai
pertanggungjawaban Pengurus Provinsi;
c.
Menetapkan Rencana Program Pokok untuk pelaksanaan tugas PMI di dalam wilayah Provinsi yang bersangkutan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, berdasarkan
Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis yang ditetapkan oleh Musyawarah
Nasional PMI;
d.
Memilih
Pengurus Provinsi PMI yang baru untuk masa bakti 5 (lima) tahun
mendatang;
e.
Membahas dan menetapkan hal-hal penting lainnya
yang bersifat strategis.
Pasal 36
(1)
Musyawarah
Kabupaten/Kota
adalah pemegang kekuasaan tertinggi di dalam wilayah kerja Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
(2)
Peserta
Musyawarah Kabupaten/Kota adalah Pengurus Kabupaten/Kota PMI, Utusan
Pengurus Kecamatan
PMI, Utusan Relawan PMI dalam wilayah kerja Kabupaten/Kota yang bersangkutan
serta Utusan Pengurus Provinsi.
(3) Musyawarah Kabupaten/Kota dapat
dihadiri oleh Peninjau yang ditentukan oleh Pengurus Kabupaten/Kota.
(4) Peserta memiliki hak bicara, hak
suara, hak memilih dan hak dipilih.
(5) Peninjau hanya memiliki hak bicara.
(6)
Dalam hal Kabupaten/Kota belum memiliki Kecamatan,
maka Musyawarah Kabupaten/Kota dihadiri oleh Pengurus Kabupaten/Kota
PMI, Utusan Relawan PMI dan Anggota PMI dalam wilayah kerja Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
(7) Musyawarah Kabupaten/Kota bertugas :
a.
Menetapkan jadual acara dan tata tertib
Musyawarah Kabupaten/Kota.
b.
Menilai
Pertanggungjawaban Pengurus Kabupaten/Kota;
c.
Menetapkan
Rencana Program Pokok untuk pelaksanaan di wilayah kerja Kabupaten/Kota yang bersangkutan
untuk kurun waktu 5 (lima) tahun, berdasarkan Rencana Program PMI Provinsi
serta Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis yang ditetapkan oleh
Musyawarah Nasional dan Musyawarah Provinsi
PMI;
d.
Memilih
Pengurus Kabupaten/Kota
PMI yang baru untuk masa bakti 5 (lima) tahun mendatang;
e. Membahas dan
menetapkan hal-hal penting lainnya yang bersifat strategis.
Pasal 37
(1)
Musyawarah
Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Provinsi, Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota, dan Rapat Kerja Kecamatan
diadakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2)
Peserta
Musyawarah Kerja Nasional terdiri dari Pengurus Pusat PMI dan Utusan Pengurus
Provinsi
PMI.
(3)
Peserta
Musyawarah Kerja Provinsi terdiri dari Pengurus Provinsi
PMI dan Utusan Pengurus Kecamatan PMI.
(4) Peserta
Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota terdiri dari Pengurus Kabupaten/Kota
PMI, Utusan
Pengurus Kecamatan PMI, dan Utusan Relawan PMI dalam wilayah kerja Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
(5) Peserta Rapat Kerja Kecamatan terdiri
dari Pengurus Kecamatan PMI, Utusan Pengurus Kabupaten/Kota PMI, Utusan
Relawan PMI dan Utusan Palang Merah Remaja.
(6)
Musyawarah
Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Provinsi, Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota bertugas:
a.
Mengevaluasi pelaksanaan kerja tahun yang lalu, termasuk anggarannya;
b.
Menyusun
rencana kerja tahun yang akan datang termasuk Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja;
c. Membahas dan
menetapkan hal-hal penting lainnya yang bersifat strategis.
Pasal 38
Musyawarah Nasional Luar Biasa,
Musyawarah Provinsi
Luar Biasa dan Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa dapat diselenggarakan:
a.
Apabila
Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi dan Pengurus Kabupaten/Kota melanggar ketentuan
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PMI;
b. Apabila terdapat masalah-masalah yang
luar biasa;
c.
Berdasarkan
usulan tertulis sekurang-kurangnya sepertiga dari Utusan yang berhak hadir
dalam Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi dan Musyawarah Cabang.
Pasal 39
Rapat adalah pertemuan resmi yang
diselenggarakan oleh Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dan
Pengurus Ranting yang terdiri dari :
a. Rapat Pleno
Pengurus;
b. Rapat-rapat
lainnya.
|
|
BAB XII
MUSYAWARAH DAN
RAPAT
Pasal 38
Pimpinan Musyawarah adalah:
(1) Pengurus
Pusat, Pengurus Daerah atau Pengurus Cabang memimpin Rapat Paripurna Musyawarah
Nasional, Musyawarah Daerah atau Musyawarah Cabang sampai dengan terpilihnya
Pimpinan Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi atau Musyawarah Kabupaten/Kota;
(2) Pimpinan
Musyawarah dipilih setelah disahkannya Tata Tertib dan Jadwal Musyawarah.
(3) Rapat-rapat
Paripurna selanjutnya, Rapat-rapat Komisi dan Rapat lainnya, dipimpin oleh
Pimpinan Rapat yang dipilih diantara peserta musyawarah yang bersangkutan.
Pasal
39
(1)
Pengurus dinyatakan Demisioner setelah
Laporan Pertanggung jawaban Pengurus yang bersangkutan diterima oleh
Musyawarah.
(2)
Pengurus yang dinyatakan Demisioner menjadi
peserta Musyawarah dan dapat menjadi Narasumber.
(3)
Kewenangan Pengurus Demisioner diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Organisasi.
Pasal 40
Pemilihan Pengurus dilaksanakan sebagai berikut:
(1) Ketua Umum Pengurus Pusat PMI, Ketua Pengurus Provinsi PMI, dan Ketua Pengurus Kabupaten/Kota
PMI dipilih langsung dalam Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi
dan Musyawarah Kabupaten/Kota.
(2)
Pengurus Pusat PMI, Pengurus Provinsi PMI dan
Pengurus Kabupaten/Kota PMI lainnya dipilih dalam musyawarah melalui sistem
formatur.
Pasal 41
(1)
Formatur adalah representasi dari peserta
musyawarah yang dipilih dalam Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi atau
Musyawarah Kabupaten/Kota yang bertugas membentuk susunan lengkap Pengurus
PMI.
(2)
Formatur berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 7
(tujuh) orang termasuk
Ketua Umum Pengurus Pusat, Ketua Pengurus Provinsi, dan Ketua Pengurus Kabupaten/Kota
terpilih.
(3)
Ketua Umum Pengurus Pusat PMI, Ketua Pengurus
Provinsi PMI, dan Ketua Pengurus Kabupaten/Kota PMI terpilih, langsung menjadi Ketua Formatur.
(4)
Hasil kerja Formatur Musyawarah Nasional disampaikan
pada sidang pleno musyawarah untuk mendapatkan pengesahan.
(5)
Hasil kerja Formatur Musyawarah Provinsi/Musyawarah
Kabupaten/Kota disampaikan paling lama 1 (satu) bulan untuk
mendapatkan pengesahan dari Pengurus PMI setingkat di atasnya.
Pasal 42
(1) Pengurus Pusat mengajukan Rancangan Pokok-pokok
Kebijakan dan Rencana Strategis untuk kurun waktu lima tahun berikutnya.
(2) Pengurus Provinsi mengajukan Rencana Program pelaksanaan
tugas PMI sesuai dengan kondisi wilayahnya berdasarkan Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis
PMI untuk kurun waktu lima tahun berikutnya.
(3) Pengurus Kabupaten/Kota mengajukan Rencana Program
pelaksanaan tugas PMI sesuai dengan kondisi wilayahnya berdasarkan
Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis PMI untuk kurun waktu lima tahun
berikutnya.
Pasal 43
Musyawarah
dapat mengambil keputusan mengenai masalah-masalah penting lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.
Pasal 44
(1)
Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Provinsi
dan Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota dilaksanakan dan dipimpin oleh pengurus pada
masing-masing tingkatan.
(2)
Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Provinsi
dan Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota bertugas:
a.
Mengevaluasi Laporan Pelaksanaan Kerja dan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
tahun yang lalu;
b.
Menetapkan Program Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja untuk tahun
yang akan datang;
c.
Membahas dan/atau menetapkan hal-hal penting
lainnya.
Pasal 45
Musyawarah
Nasional Luar Biasa, Musyawarah Provinsi Luar Biasa, dan Musyawarah Kabupaten/Kota
Luar Biasa dapat diadakan atas prakarsa Pengurus yang bersangkutan.
Pasal 46
(1) Musyawarah Nasional Luar Biasa, dapat diadakan atas
usul sepertiga jumlah Provinsi dan sepertiga jumlah Kabupaten/Kota.
(2) Musyawarah Provinsi Luar Biasa, dapat diadakan atas usul
sepertiga jumlah Kabupaten/Kota dan/atau atas usulan Pengurus Pusat dengan persetujuan Pelindung
di daerahnya.
(3) Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa, dapat diadakan atas usul sepertiga jumlah Kecamatan
dan/atau atas
usulan Pengurus Provinsi dengan persetujuan Pelindung di wilayahnya.
Pasal 47
(1) Musyawarah Luar Biasa, harus jelas mencantumkan
agenda yang bersifat luar biasa di dalam undangan.
(2) Musyawarah
Luar Biasa, adalah sah apabila dihadiri dua pertiga dari jumlah yang berhak
hadir dalam
Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi, dan Musyawarah Kabupaten/Kota.
(3) Keputusan
di dalam Musyawarah Luar Biasa diambil atas dasar Musyawarah mufakat, atau
didukung sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah yang hadir sebagaimana
dimaksud ayat (2).
(4) Keputusan
yang diambil dalam Musyawarah Luar Biasa sama kuatnya dengan keputusan yang
diambil dalam Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi dan Musyawarah Kabupaten/Kota.
Pasal 48
Rapat Pengurus:
(1) Rapat Pleno Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus
Cabang dan Pengurus Ranting dilakukan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam
1 (satu) tahun yang disesuaikan menurut kebutuhan organisasi.
(2) Rapat
Pleno Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten/Kota dan Pengurus
Kecamatan adalah sah, apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya
setengah dari jumlah Pengurus yang bersangkutan.
(3)
Apabila tidak memenuhi kuorum, maka Rapat
Pleno diskors paling lama 1 (satu)
jam.
(4)
Setelah diskors 1 (satu) jam rapat
tidak memenuhi kuorom, Rapat Pleno tetap dilaksanakan dan segala
keputusan yang diambil dalam rapat tersebut dinyatakan sah.
|
|
BAB
XIII
HAK
SUARA
Pasal
40
(1) Hak
suara adalah hak yang dimiliki oleh setiap Utusan Musyawarah
Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa, Musyawarah Provinsi/Musyawarah Provinsi
Luar Biasa dan Musyawarah Kecamatan/Musyawarah Kecamatan Luar Biasa dalam
pengambilan keputusan.
(2) Pengurus
Pusat, Pengurus Provinsi, dan Pengurus Kabupaten/Kota, masing-masing hanya
memiliki 1 (satu) suara dalam Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar
Biasa dan Musyawarah Provinsi/Musyawarah Provinsi Luar Biasa.
(3) Pengurus
Provinsi dan Pengurus Kabupaten/Kota, masing-masing hanya memiliki 1 (satu)
suara dalam Musyawarah Kabupaten/Kota /Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa.
|
|
BAB
XIII
HAK
SUARA
Pasal
49
(1) Untuk
memberikan hasil suara yang proporsional, maka suara Utusan Musyawarah
Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa, Musyawarah Provinsi/Musyawarah Provinsi Luar Biasa dan Musyawarah Kabupaten/Kota
/ Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa diberikan bobot suara.
(2) Pengaturan terhadap bobot suara
ditetapkan dalam tata tertib musyawarah pada masing-masing tingkatan.
(3) Dalam hal Kabupaten/Kota belum
memiliki Kecamatan, maka masing-masing Kecamatan hanya memiliki 1 (satu) hak
suara untuk mewakili Utusan Relawan dan Anggota PMI di wilayah Kecamatan yang
bersangkutan.
|
BAB X
MARKAS
Pasal 37
(1) Markas PMI adalah perangkat dan sarana organisasi yang
berfungsi melaksanakan tugas kepalangmerahan.
(2) Di Tingkat Pusat disebut Markas Pusat, di tingkat
Daerah disebut Markas Daerah dan di tingkat Cabang disebut Markas Cabang.
(3)
Ketentuan
mengenai Sekretariat PMI Ranting diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Pengurus Pusat.
Pasal 38
(1) Markas Pusat PMI dapat dipimpin oleh Sekretaris
Jenderal.
(2) Markas Daerah dapat dipimpin oleh Sekretaris PMI Daerah
yang diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus Daerah.
(3) Markas Cabang dapat dipimpin oleh Sekretaris PMI Cabang
yang diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus Cabang.
|
BAB XIV
MARKAS
Pasal 41
(1) Markas PMI adalah perangkat dan sarana organisasi yang
berfungsi melaksanakan tugas kepalangmerahan.
(2)
Di tingkat
Pusat disebut Markas Pusat PMI, di tingkat Provinsi disebut Markas PMI Provinsi,
di tingkat Kabupaten/Kota
disebut Markas PMI Kabupaten/Kota, dan di tingkat Kecamatan disebut Markas PMI
Kecamatan.
(3)
Kepala Markas dapat dijabat oleh unsur
Sekretaris.
Pasal 42
(1) Markas
PMI Pusat dipimpin oleh Kepala Markas PMI Pusat.
(2) Markas
PMI Provinsi dipimpin oleh Kepala Markas PMI Provinsi.
(3) Markas
PMI Kabupaten/Kota dipimpin oleh Kepala Markas PMI Kabupaten/Kota.
(4) Markas
PMI Kecamatan dipimpin oleh Ketua PMI Kecamatan.
|
BAB X
MARKAS
Pasal 45
Struktur
Organisasi Markas ditetapkan oleh Pengurus yang bersangkutan dan berpedoman
kepada ketentuan Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat dan
tidak bertentangan dengan AD/ART
Pasal 46
Pelaksanaan
tugas Kepala Markas Pusat, Daerah dan Cabang diatur dengan Keputusan Pengurus
di jajaran masing-masing
Pasal 47
(1) Di dalam lingkungan Markas PMI
terdapat kesatuan-kesatuan kerja, untuk menangani tugas-tugas kepalang
merahan didukung oleh tenaga Karyawan yang memadai yang ditetapkan oleh
Pengurus yang bersangkutan sesuai dengan pedoman yang ditentukan oleh
Pengurus Pusat
(2) Kesatuan-kesatuan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di pimpin dan dikoordinasikan oleh:
a.
Sekretaris
Jenderal atau Kepala Markas di Markas Pusat
b.
Sekretaris atau
Kepala Markas di Markas Daerah
c.
Sekretaris atau
Kepala Markas Cabang
|
BAB XIV
MARKAS
Pasal 50
Struktur
Organisasi Markas ditetapkan oleh Pengurus yang bersangkutan dan berpedoman
kepada ketentuan Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat dan
tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 51
(1) Di dalam lingkungan Markas PMI terdapat
kesatuan-kesatuan kerja, untuk menangani tugas-tugas kepalang merahan
didukung oleh tenaga Karyawan yang memadai.
(2)
Struktur Markas, kebutuhan jumlah karyawan
dan sistem remunerasi ditetapkan oleh
Pengurus atas usul Kepala Markas PMI.
|
|
BAB
XV
KEPALA
MARKAS
Pasal
43
Kepala Markas PMI diangkat dan diberhentikan
oleh Pengurus pada masing-masing tingkatan untuk masa kerja 5 (lima) tahun.
|
|
BAB
XV
KEPALA
MARKAS
Pasal
52
Kualifikasi Kepala Markas PMI di semua
tingkatan:
a.
Memiliki kemampuan dan pengalaman manajerial
profesional;
b.
Bekerja penuh waktu (full time) sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pimpinan
pelaksana tugas sehari-hari;
c.
Tidak merangkap sebagai pengurus Partai
Politik dan/atau Afiliasi Partai Politik.
Pasal
53
Kepala Markas PMI Pusat, Kepala Markas PMI
Provinsi, dan Kepala Markas PMI Kabupaten/Kota dapat diberhentikan sebelum
masa kerja berakhir, apabila:
a.
Melanggar AD/ART PMI dan peraturan organisasi
lainnya;
b.
Melakukan tindak pidana yang dijatuhi hukuman
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;
c.
Meninggal Dunia;
d.
Mengundurkan diri.
Pasal
54
(1) Tugas Pokok dan Fungsi
Kepala Markas PMI Pusat adalah:
a.
Melaksanakan dan mengkoordinasikan seluruh
kegiatan PMI sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat;
b.
Membina jajaran Markas PMI di bawahnya dalam
hal teknis kemarkasan;
c.
Melaksanakan tugas-tugas teknis administrasi
dan teknis operasional
kepalangmerahan;
d.
Mewakili sehari-hari PMI ke dalam dan keluar
organisasi yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
(2) Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Markas PMI Provinsi dan
Kepala Markas PMI Kabupaten/kota adalah:
a. Melaksanakan
dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan PMI sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan oleh Pengurus pada masing-masing tingkatan;
b. Membina
jajaran Markas PMI di bawahnya dalam hal teknis kemarkasan;
c. Melaksanakan
tugas-tugas teknis administrasi dan teknis
operasional kepalangmerahan;
d. Mewakili
sehari-hari PMI ke dalam dan keluar organisasi di wilayahnya yang pelaksanaanya diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
|
BAB XI
UPAYA KESEHATAN
TRANSFUSI DARAH
Pasal 39
(1) Upaya Kesehatan Transfusi Darah atau UKTD adalah salah
satu kegiatan PMI yang ditugaskan oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 18 tahun 1980 tentang Transfusi Darah.
(2) Upaya Kesehatan Transfusi Darah dilaksanakan dengan
pembentukan Unit Transfusi Darah PMI.
(3) Unit Transfusi Darah PMI merupakan Unit Pelayanan
Teknis yang diatur dan tunduk pada Pengurus PMI di masing-masing jajarannya.
(4)
Pokok-pokok
penyelenggaraan Unit Transfusi Darah PMI ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
|
BAB XVI
UPAYA KESEHATAN
TRANSFUSI DARAH
Pasal 44
(1) Upaya Kesehatan Transfusi Darah atau UKTD merupakan
kegiatan PMI yang ditugaskan oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
tentang Transfusi Darah.
(2) Upaya Kesehatan Transfusi Darah diselenggarakan dengan
membentuk Unit Transfusi Darah PMI yang dikelola secara berkesinambungan serta profesional.
(3) Kepala
Unit Transfusi Darah PMI pada semua jenjang diangkat dan diberhentikan oleh
Pengurus pada masing-masing tingkatan setelah berkonsultasi dengan Pengurus
PMI 1 (satu) tingkat di atasnya.
(4) Unit Transfusi Darah PMI merupakan Unit Pelayanan
Teknis yang diatur dan tunduk pada Pengurus PMI di masing-masing tingkatan.
(5) Kepala
Unit Transfusi Darah PMI bertanggung jawab dan melaporkan pelaksanaan
tugasnya kepada Pengurus PMI di masing-masing tingkatan.
(6) Pokok-pokok penyelenggaraan Unit Transfusi Darah PMI
ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
|
|
|
|
Bab XVII
UNIT USAHA
Pasal
45
(1)
PMI dapat menyelenggarakan unit-unit
usaha guna membantu upaya-upaya pengumpulan dana secara berkesinambungan yang
sepenuhnya dipergunakan untuk menunjang kelangsungan kegiatan PMI pada semua
tingkatan.
(2)
Unit-unit usaha dimaksud dapat berupa Rumah
Sakit, Poliklinik, Pendidikan dan Pelatihan, serta berbagai kegiatan usaha
lainnya yang sah.
(3)
Unit-unit usaha dimaksud dikelola secara
profesional dan transparan.
|
|
Bab XVI
UNIT USAHA
Pasal
55
Ketentuan lebih lanjut tentang Unit
Usaha akan diatur dalam Peraturan Organisasi.
|
BAB XII
HUBUNGAN DAN
KERJASAMA
Pasal 40
(1) Dalam menjalankan kegiatan kepalangmerahan, semua
jajaran PMI selalu berkoordinasi dan mengkedepankan kepentingan kemanusiaan.
(2) PMI sebagai anggota Gerakan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah Internasional menjalin kerjasama yang erat dengan Komite
Internasional Palang Merah (ICRC), Federasi Internasional Perhimpunan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah (Federasi) serta Perhimpunan Nasional Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah negara lain.
(3) Untuk mendukung kegiatan kepalangmerahan, PMI dapat
bekerjasama dengan Pemerintah serta organisasi non-pemerintah yang
berkedudukan di Indonesia.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud Ayat (3) juga dapat
dilakukan dengan Pemerintah negara
sahabat, organisasi internasional serta organisasi non-pemerintah
asing yang berkedudukan di luar negeri.
Pasal 41
Setiap
perjanjian yang dibuat dengan pemerintah atau dengan organisasi lain yang
berkaitan dengan kegiatan kepalangmerahan
tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan harus dibuat tertulis.
|
BAB XVIII
HUBUNGAN DAN
KERJASAMA
Pasal 46
(1) Dalam menjalankan kegiatan kepalangmerahan, semua
jajaran PMI selalu berkoordinasi dan mengedepankan kepentingan kemanusiaan.
(2) PMI sebagai anggota Gerakan Internasional Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah menjalin kerjasama yang erat dengan Komite
Internasional Palang Merah (ICRC), Federasi Internasional Perhimpunan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah (Federasi) serta Perhimpunan Nasional Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah negara lain.
(3) Untuk mendukung kegiatan kepalangmerahan, PMI dapat
bekerjasama dengan Pemerintah serta organisasi non-pemerintah yang
berkedudukan di Indonesia.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (3) juga dapat
dilakukan dengan Pemerintah negara
sahabat, organisasi internasional serta organisasi non-pemerintah
asing yang berkedudukan di luar negeri.
Pasal 47
Setiap
perjanjian yang dibuat dengan pemerintah atau dengan organisasi lain yang
berkaitan dengan kegiatan kepalangmerahan
tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Internasional
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dan harus dibuat tertulis.
|
BAB XI
HUBUNGAN DAN
KERJASAMA
Pasal 48
Kerjasama
PMI dengan Federasi, ICRC, perhimpunan nasional negara sahabat, organisasi intenasional dan organisasi
non-pemerintah asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Anggaran Dasar
dilaksanakan tanpa mengabaikan kepentingan Nasional.
|
BAB XVII
HUBUNGAN DAN
KERJASAMA
Pasal 56
(1) Kerjasama PMI dengan Komite Internasional Palang Merah (ICRC),
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
(Federasi), perhimpunan nasional negara sahabat, organisasi
internasional dan organisasi non-pemerintah asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
Anggaran Dasar dilaksanakan melalui PMI Pusat dan tanpa mengabaikan kepentingan Nasional.
(2) PMI Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat melakukan
kerja sama dengan Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Federasi
Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Federasi),
perhimpunan nasional negara sahabat, organisasi internasional dan organisasi
non-pemerintah asing dengan persetujuan Pengurus Pusat PMI.
|
BAB XIII
PERBENDAHARAAN
Pasal 42
(1) Yang dimaksud
dengan perbendaharan PMI adalah seluruh
harta kekayaan yang berupa uang, barang-barang bergerak, barang-barang tidak
bergerak termasuk surat-surat berharga milik PMI.
(2)
a.
Pengurus Pusat
mempertanggungjawabkan perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan
penggunaannya kepada Musyawarah Nasional.
b.
Pengurus Daerah
mempertanggungjawabkan
perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada
Musyawarah Daerah dan melaporkan kepada Pengurus Pusat.
c.
Pengurus Cabang
mempertanggungjawabkan mengenai perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan
dan penggunaannya kepada Musyawarah Cabang dan melaporkan kepada Pengurus
Daerah.
Pasal 43
Kekayaan
Palang Merah Indonesia diperoleh dari:
a.
Bulan Dana yang dilaksanakan oleh Cabang PMI
berdasarkan persetujuan pihak berwenang di wilayahnya;
b.
Bantuan/subsidi
Pemerintah Pusat/Pemerintah Propinsi/Pemerintah Kabupaten/Kota;
c.
Sumbangan
masyarakat sepanjang waktu melalui berbagai usaha;
d.
Sumbangan-sumbangan
lain yang tidak mengikat;
e.
Usaha-usaha
lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dari peraturan PMI.
|
BAB XIX
PERBENDAHARAAN
Pasal 48
Yang dimaksud dengan perbendaharan PMI adalah
seluruh harta kekayaan yang berupa uang, barang-barang bergerak,
barang-barang tidak bergerak termasuk surat-surat berharga milik atau yang
dikuasai oleh PMI, termasuk yang berada di unit-unit kerja PMI.
Pasal 49
(1) Pengurus Pusat mempertanggungjawabkan perbendaharaan
yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada Musyawarah Nasional.
(2) Pengurus Daerah mempertanggungjawabkan perbendaharaan yang diperoleh,
pengelolaan dan penggunaannya kepada Musyawarah Daerah dan melaporkan kepada
Pengurus Pusat.
(3) Pengurus Cabang mempertanggungjawabkan mengenai perbendaharaan
yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada Musyawarah Cabang dan
melaporkan kepada Pengurus Daerah.
(4) Pengurus
Ranting mempertanggungjawabkan perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan
penggunaannya kepada Pengurus Cabang.
Pasal 50
(1) Kekayaan Palang Merah Indonesia diperoleh dari:
a.
Bulan Dana yang dilaksanakan oleh PMI berdasarkan
persetujuan pihak berwenang di wilayahnya;
b.
Bantuan/subsidi
Pemerintah Pusat /Pemerintah Provinsi/Pemerintah Kabupaten/Kota;
c.
Sumbangan
masyarakat sepanjang waktu melalui berbagai usaha;
d.
Sumbangan-sumbangan
lain yang tidak mengikat;
e.
Usaha-usaha
lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan peraturan PMI.
(2)
Upaya-upaya untuk memperoleh Kekayaan Palang
Merah Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut di dalam
Peraturan Organisasi.
|
BAB XII
PERBENDAHARAAN
Pasal 49
(1) Inventarisasi
seluruh kekayaan Ranting, Cabang maupun Daerah serta Pusat tercatat di Markas
Pusat PMI.
(2) Inventarisasi
seluruh kekayaan Cabang dan Daerah, tercatat di Markas Daerah.
(3) Inventarisasi
seluruh kekayaan Ranting dan Cabang tercatat di Markas Cabang.
Pasal 50
Hak atas
harta kekayaan PMI berupa uang, barang tak bergerak serta surat-surat
berharga, tidak dibenarkan dialihkan kepada pihak ketiga, kecuali atas dasar
Keputusan Rapat Pleno Pengurus yang barsangkutan, dengan seijin Pusat untuk
Daerah, Cabang dan Ranting, dengan seijin Daerah untuk Cabang dan Ranting
dengan seijin Cabang untuk Ranting.
Pasal 51
(1) Hasil
bersih bulan dana yang dihimpun dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 Anggaran Dasar diperuntukan sebagai berikut:
a.
PMI Pusat
sebesar 5% (lima persen)
b.
PMI Daerah
sebesar 10% (sepuluh pesen)
c.
PMI Cabang
sebesar 85% (delapan puluh lima persen)
(2) Di tingkat
Pusat, Daerah dan Cabang dapat dibentuk Unit Usaha yang ditunjukan untuk
menghimpun dana bagi pelaksanaan pelayanan kepalangmerahan di wilayahnya
masing-masing.
Pasal 52
(1) Pengurus PMI menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Tahunan yang dibahas dan disahkan dalam Musyawarah Kerja di
masing-masing tingkatan baik Pusat, Daerah dan Cabang.
(2) Tahun Anggaran PMI ialah kurun waktu antara tanggal 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember pada tahun yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pusat,
Daerah, Cabang dan Ranting dilaporkan setiap akhir tahun Anggaran oleh
Pengurus kepada Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Daerah dan
Musyawrah Kerja Cabang.
(4)
a.
Menjelang
Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah dan Musyawarah Cabang, Pengurus
membentuk Tim Verifikasi yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas
kebenaran data perbendaharaan.
b.
Bila diperlukan
Tim Verifikasi dapat meminta bantuan tenaga ahli.
|
BAB XVIII
PERBENDAHARAAN
Pasal 57
(1) Inventarisasi seluruh kekayaan PMI pada semua tingkatan
tercatat di Markas Pusat PMI.
(2) Inventarisasi seluruh kekayaan PMI Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan,
tercatat di Markas PMI Provinsi.
(3) Inventarisasi
seluruh kekayaan PMI Kabupaten/Kota dan Kecamatan tercatat di Markas PMI Kabupaten/Kota.
Pasal 58
(1)
Hak atas harta kekayaan PMI Pusat berupa
uang, barang bergerak dan barang tak bergerak serta surat-surat berharga,
tidak dibenarkan dialihkan kepada pihak ketiga, kecuali diusulkan oleh
Pengurus Pusat dan diputuskan pada Musyawarah Kerja Nasional.
(2)
Hak atas harta kekayaan PMI
Daerah/Cabang/Ranting yang berupa uang, barang bergerak dan barang tak
bergerak serta surat-surat berharga, tidak dibenarkan dialihkan kepada pihak
ketiga, kecuali atas dasar Keputusan Rapat Pleno Pengurus yang bersangkutan,
dengan rekomendasi Pengurus di atasnya dan seijin Pengurus Pusat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (1) dan
ayat (2) di atas diatur di dalam Petunjuk Operasional.
Pasal 59
Hasil bersih bulan dana yang dihimpun dari masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Anggaran Dasar diperuntukkan sebagai
berikut:
a. PMI Pusat
sebesar 5% (lima persen);
b. PMI Provinsi
sebesar 10% (sepuluh persen);
c. PMI Kabupaten/Kota
sebesar 85% (delapan puluh lima persen);
Pasal 60
Tahun
Anggaran PMI ialah kurun waktu antara tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember pada tahun yang bersangkutan.
Pasal 61
(1) Menjelang Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi
dan Musyawarah Kabupaten/Kota, Pengurus membentuk Tim Verifikasi yang
bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran data perbendaharaan.
(2) Bila diperlukan Tim Verifikasi dapat meminta bantuan
tenaga ahli.
|
BAB XIV
PEMBINAAN
Pasal 44
Pengurus
PMI melakukan pembinaan dan pengawasan secara berjenjang ke bawah dalam
manajemen dan tertib organisasi
Pasal 45
(1) Apabila seorang
Pengurus melanggar AD/ART :
a.
Pada tingkat
Pusat diberhentikan sementara
berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat.
b.
Pada tingkat
Daerah diberhentikan sementara berdasarkan Keputusan Pengurus Daerah.
c.
Pada tingkat
Cabang diberhentikan sementara
berdasarkan Keputusan Pengurus Cabang.
d.
Pada tingkat
Ranting diberhentikan sementara berdasarkan Keputusan Pengurus Ranting.
(2)
Anggota
Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dan Pengurus Ranting yang
diberhentikan, diberi hak untuk membela diri pada Rapat Pleno Pengurus.
(3)
Apabila Ketua
Umum, Ketua PMI Daerah atau Ketua PMI
Cabang melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan atau tidak
adapat menjalankan fungsinya maka diadakan Musyawarah Luar Biasa.
(4)
Apabila Ketua
PMI Ranting melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan tidak
dapat menjalankan fungsinya maka Pengurus Cabang dapat memberhentikan yang
bersangkutan.
|
BAB XX
PEMBINAAN
Pasal 51
Pengurus
PMI melakukan pembinaan dan pengawasan secara berjenjang ke bawah dalam
manajemen dan tertib organisasi.
Pasal 52
(1) Apabila seorang
Pengurus melanggar Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga:
a.
Pada tingkat
Pusat diberhentikan sementara
berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat;
b.
Pada tingkat Provinsi
diberhentikan sementara berdasarkan Keputusan Pengurus Provinsi;
c.
Pada tingkat Kabupaten/Kota
diberhentikan sementara berdasarkan
Keputusan Pengurus Kabupaten/Kota;
d.
Pada tingkat Kecamatan
diberhentikan sementara berdasarkan Keputusan Pengurus Kabupaten/Kota.
(2) Anggota Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten/Kota
dan Pengurus Kecamatan
yang diberhentikan, diberi hak untuk membela diri pada Rapat Pleno Pengurus.
|
BAB XIII
PEMBINAAN
Pasal 53
Mekanisme pemberhentian Anggota Pengurus adalah:
(1) Dalam hal pemberhentian Anggota
Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang atau Pengurus Ranting,
Pengurus yang bersangkutan harus terlebih dahulu menyampaikan peringatan
tetulis pertama dengan menyebutkan alasan yang jelas.
(2) Bila terhadap peringatan tertulis
pertama, Anggota Pengurus yang bersangkutan tidak memberikan tanggapan apapun
atau memberikan tanggapan yang tidak dapat di pertanggungjawabkan, dalam
jangka waktu satu bulan maka Pengurus harus menyampaikan peringatan tertulis
kedua.
(3) Bila peringatan tertulis kedua
tidak mendapat perhatian dalam jangka waktu satu bulan, atau tetap memberikan
tanggapan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka Pengurus Pusat,
Pengurus Daerah, Pengurus Cabang atau Pengurus Ranting berhak memberhentikan
Anggota Pengurus Pusat, Anggota Pengurus Daerah, Anggota Pengurus Cabang,
atau Anggota Pengurus Ranting yang bersangkutan.
(4) Usul pemberhentian seorang Anggota
Pengurus harus berdasarkan Keputusan Rapat Pleno Pengurus Pusat, Pengurus
Daerah, Pengurus Cabang atau Pengurus Ranting yang bersangkutan.
|
BAB XIX
PEMBINAAN
Pasal 62
Mekanisme pembinaan Anggota Pengurus adalah:
(1) Dalam
hal pelanggaran Personil Pengurus Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota /Kecamatan, maka
Personil Pengurus yang bersangkutan terlebih dahulu diberikan peringatan
tertulis pertama dengan menyebutkan alasan yang jelas.
(2) Bila
terhadap peringatan tertulis pertama, Personil Pengurus yang bersangkutan
tidak memberikan tanggapan atau memberikan tanggapan yang tidak dapat di
pertanggungjawabkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, maka yang bersangkutan
diberikan peringatan tertulis kedua.
(3) Bila peringatan tertulis kedua tidak mendapat tanggapan
atau memberikan tanggapan yang tidak dapat di pertanggungjawabkan dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan, maka Pengurus Pusat/ Provinsi / Kabupaten/Kota berdasarkan
rapat pleno pengurus berhak memberhentikan Personil Pengurus tersebut. Khusus
untuk Personil Pengurus Kecamatan diberhentikan berdasarkan rapat pleno
Pengurus Kabupaten/Kota.
|
BAB XV
PEMBEKUAN
KEPENGURUSAN
Pasal 46
(1) Pengurus PMI Daerah, Cabang atau Ranting dapat
dibekukan apabila tidak dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya
berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI.
(2)
Pembekuan Pengurus
hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pengurus Pusat
PMI.
|
BAB XXI
PEMBEKUAN
KEPENGURUSAN
Pasal 53
(1) Pengurus
Pusat PMI, Pengurus Provinsi PMI, Pengurus Kabupaten/Kota PMI atau Pengurus Kecamatan PMI dapat dibekukan apabila tidak dapat menjalankan tugas
dan tanggungjawabnya berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga PMI.
(2) Untuk
menjaga kelangsungan jalannya organisasi, Pengurus Pusat PMI, menetapkan pelaksana tugas di Provinsi
setelah berkonsultasi dengan Pelindung sesuai dengan jenjang organisasi.
(3) Untuk
menjaga kelangsungan jalannya organisasi, Pengurus Provinsi PMI, menetapkan pelaksana tugas di Kabupaten/Kota
setelah berkonsultasi dengan Pelindung sesuai dengan jenjang organisasi.
(4) Untuk
menjaga kelangsungan jalannya organisasi, Pengurus Kabupaten/Kota PMI, menetapkan pelaksana tugas di Kecamatan
setelah berkonsultasi dengan Pelindung sesuai dengan jenjang organisasi.
(5) Pembekuan
Pengurus hanya dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan dari Pengurus Pusat PMI.
|
BAB XIV
PEMBEKUAN
KEPENGURUSAN
Pasal 54
(1) Pembekuan Kepengurusan PMI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 Anggaran Dasar dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Pengurus Pusat dapat dibekukan oleh
Musyawarah Nasonal Luar Biasa.
b. Pengurus pusat dapat membekukan
Pengurus Daerah.
c. Pengurus Daerah dapat membekukan
Pengurus Cabang.
d. Pengurus Cabang dapat membekukan
Pengurus Ranting.
(2)Dalam waktu
tidak lebih dari enam bulan, Pengurus Pusat, Pengurus Daerah atau Pengurus
Cabang harus menyelenggarakan Musyawarah Luar Biasa untuk membentuk
kepengurusan baru menggantikan kepengurusan yang dibekukan
|
BAB XX
PEMBEKUAN
KEPENGURUSAN
Pasal 63
(1) Pembekuan Kepengurusan PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
Anggaran Dasar dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Pengurus Pusat
dapat dibekukan oleh Musyawarah Nasional Luar Biasa;
b.
Pengurus Pusat
dapat membekukan Pengurus Provinsi;
c.
Pengurus Provinsi
dapat membekukan Pengurus Kabupaten/Kota;
d. Pengurus Kabupaten/Kota dapat
membekukan Pengurus Kecamatan.
(2) Dalam waktu tidak lebih dari enam bulan, Pengurus Pusat,
Pengurus Provinsi
atau Pengurus Kabupaten/Kota
harus menyelenggarakan Musyawarah Luar Biasa untuk membentuk kepengurusan
baru menggantikan kepengurusan yang dibekukan.
|
BAB XVI
PENGHARGAAN
Pasal 47
PMI
memberikan Penghargaan kepada
seseorang atau lembaga yang telah berjasa membantu tumbuh berkembangnya PMI.
|
BAB XXII
PENGHARGAAN
Pasal 54
PMI
memberikan Penghargaan kepada seseorang
atau lembaga yang telah berjasa membantu tumbuh berkembangnya PMI.
|
BAB XV
PENGHARGAAN
Pasal 55
Pengurus
Pusat, Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang dalam hal memberikan penghargaan
kepada mereka yang telah berjasa terhadap PMI disesuaikan dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
|
BAB XXI
PENGHARGAAN
Pasal 64
Pengurus
Pusat, Pengurus Provinsi dan Pengurus Kabupaten/Kota dalam hal
memberikan penghargaan kepada mereka yang telah berjasa terhadap PMI
disesuaikan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
|
BAB XVII
PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR
Pasal 48
(1) Usul perubahan Anggaran dasar diajukan secara tertulis
kepada Pengurus Pusat oleh Pengurus Pusat, Pengurus Daerah atau Pengurus
Cabang, selambat-lambatnya tiga bulan sebelum Musyawarah Nasional.
(2) Usul perubahan Anggaran Dasar diajukan oleh
sekurang-kurangnya 5 (lima) Pengurus
Daerah dan atau Cabang.
Pasal 49
(1) Anggaran Dasar hanya dapat diubah oleh Musyawarah
Nasional dalam sidang yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari
jumlah utusan yang berhak.
(2) Keputusan-keputusan Anggaran Dasar adalah sah, apabila
oleh sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah suara yang sah sesuai
dengan kuorum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 50
Perubahan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
diberitahukan kepada` Pemerintah.
|
BAB XXIII
PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 55
(1) Usul perubahan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga diajukan secara tertulis kepada Pengurus
Pusat oleh Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi dan Pengurus Kabupaten/Kota, selambat-lambatnya
3 (tiga) bulan sebelum Musyawarah Nasional.
(2) Usul perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
diajukan oleh Pengurus Pusat dan
sekurang-kurangnya sepertiga Pengurus Provinsi serta sepertiga Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal 56
(1) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat
diubah oleh Musyawarah Nasional dalam sidang yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya
dua pertiga dari jumlah Utusan yang berhak.
(2) Keputusan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga adalah sah, apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya tiga perempat
dari jumlah suara yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 57
Perubahan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
diberitahukan kepada Pemerintah.
|
BAB XVI
PERUBAHAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 56
(1) Anggaran Rumah Tangga hanya dapat diubah oleh
Musyawarah Nasional dalam sidang yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua
pertiga dari jumlah utusan yang berhak.
(2) Keputusan perubahan Anggaran Rumah Tangga adalah sah
apabila disetujui secara bulat atau oleh sekurang-kurangnya tiga perempat
dari jumlah suara yang sah sesuai dengan kuorum seperti dimaksud pada ayat
(1).
|
BAB XXII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal
65
Perubahan Anggaran Rumah Tangga mengikuti
perubahan Anggaran Dasar.
|
BAB XVIII
PENUTUP
Pasal 51
(1) Penjabaran
dan ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran
Dasar, diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
(2) Anggaran
Rumah Tangga tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar.
(3) Anggaran
Dasar ini mulai berlaku sejak disahkan dan ditetapkan.
|
BAB XXIV
PENUTUP
Pasal 58
(1) Penjabaran dan ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal
yang belum diatur dalam Anggaran Dasar, diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
(2) Anggaran Rumah Tangga tidak boleh bertentangan dengan
Anggaran Dasar.
(3) Anggaran
Dasar ini mulai berlaku sejak disahkan dan ditetapkan oleh Musyawarah
Nasional.
|
BAB XVII
PENUTUP
Pasal 57
(1) Hal-hal yang belum diatur di dalam
Anggaran Rumah Tangga ini, diatur dengan Peraturan Organisasi oleh Pengurus
Pusat dan tidak boleh bertentangan dengan AD/ART.
(2) Anggaran
Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak disahkan dan ditetapkan oleh Musyawarah
Nasional.
|
BAB XXIII
PENUTUP
Pasal 66
(1) Hal-hal yang belum diatur di dalam Anggaran Rumah
Tangga ini, diatur dengan Peraturan Organisasi oleh Pengurus Pusat dan tidak
boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak disahkan
dan ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.
|
Demikian Semoga Bermanfaat
Admin.
Komentar
Posting Komentar