Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah3 | Junait

   
A.  Latar Belakang
B.  Pengertian
C.  Tujuan
D.  Alasan Diterapkannya
      MPMBS
   
A.  Pengertian
B.  Pola Bary Manajemen
      Pendidikan Masa depan
C.  Konsep Dasar MPMBS
D.  Karakteristik MPMBS
      1. Output yang diharapkan
      2. Proses
E.  Fungsi-Fungsi yang 
      Didesentralisasakan ke
      Sekolah
      1. Pengelolaan Proses
          Belajar Mengajar
      2. Perencanaan dan Evaluasi
      3. Pengelolaan Kurikulum
      4. Pengelolaan Ketenagaan
      5. Pengelolaan Fasilitas
      6. Pengelolaan Keuangan
      7. Pelayanan Siswa
      8. Hubungan Sekolah 
           Masyarakat
      9. Pengelolaan Iklim
           Sekolah
F.  Prakondisi MPMBS
   
BAB  III
KONSEP PELAKSANAAN
A.  Rasional dan Tujuan
B.  Tahap-tahap Pelaksanaan
      1. Melakukan Sosialisasi
      2. Merumuskan Visi, Misi,
          Tujuan, dan Sasaran
          Sekolah
      3. Mengidentifikasi Fungsi-
          Fungsi yang Diperlukan
           untuk Mencapai Sasaran
      4. Melakukan Analisis   
           SWOT.
      5. Alternatif Langkah Peme-
           cahan Persoalan.
      6. Menyusun Rencana Pe-
           ningkatan Mutu.
      7. Melaksanakan Pening-
           katan Mutu.
      8. Melakukan Monitoring
           dan Evaluasi Pelaksana-
           an.
       9. Merumuskan Sasaran 
            Mutu Baru.
       
C. Tugas dan Fungsi Jajaran
      Birokrasi
      1. Direktorat PLP
      2. Dinas Pendidikan Propin-
           si.
      3. Dinas Pendidikan Kabu-
           paten/Kota.
      4. Sekolah.
    
A. Rasional dan Tujuan
B. Komponen-komponen 
     MPMBS yang Dimonitor dan
     Dievaluasi
C. Jenis Monitoring dan Evalu-
      asi
   
     
BAB III
KONSEP PELAKSANAAN
    

A.     Rasional dan Tujuan

Konsep Manajemen Peningkatan Berbasis Sekolah (MPMBS), sebagaimana telah diuraikan diatas esensinya adalah peningkatan  otonomi sekolah, peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan peningkatan fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa pelaksanaan MPMBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan “idiograpik” (membolehkan adanya keberbagian cara melaksanakan (MPMBS) dan bukan lagi menggunakan pendekaan “nomotetik” (cara melaksanakan MPMBS yang cenderung seragam/konformitas untuk semua sekolah). Oleh karena itu, dalam arti yang sebenarnya, tidak ada satu resep pelaksanaan MPMBS yang sama untuk diberlakukan ke semua sekolah. Tetapi satu hal perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot and quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan. Paling tidak, proses menuju MPMBS memerlukan perubahan empat hal pokok berikut :
 
Pertama, perlu perubahan peraturan perundang-undangan/ketentuan-ketentuan bidang pendidikan yang ada saat ini. Peraturan perundang-undangan yang ada sekarang perlu disesuaikan, dari yang semula menempatkan sekolah sebagai subordinasi birokrasi semata dan kedudukan sekolah bersifat marginal, menjadi sekolah yang bersifat otonom dan mendudukkannya sebagai unit utama.
 
Kedua, kebiasaan (routines) berperilaku unsur-unsur sekolah perlu disesuaikan, karena MPMBS menuntut kebisaan-kebiasaan berperilaku yang mandiri, kreatif, proaktif, sinergis, koordinatif, integratif, sinkronistis, kooperatif, luwes, dan professional.
 
Ketiga, peran sekolah yang selama ini biasa diatur (mengikuti apa yang diputuskan oleh birokrasi) perlu disesuaikan menjadi sekolah yang bermotivasi-diri tinggi (self-motivator). Perubahan peran ini merupakan konsekwensi dari perubahan peraturan perundang-undangan bidang pendidikan, baik undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, peraturan daerah, dsb.
 
Keempat, hubungan antar unsur-unsur dalam sekolah, antara sekolah dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Propinsi perlu disesuaikan. Karena itu struktur organisasi pendidikan yang ada saat ini perlu ditata kembali dan kemudian dianalisis hubungan antara unsur/pihak untuk menentukan sifat hubungan (komando, koordinatif, dan fasilitatif.
 
Dilandasi oleh konsep MPMBS dan berbagai pemikiran mengenai pelaksanaannya tersebut, maka berikut ini akan disampaikan beberapa tahapan dalam pelaksanaan MPMBS yang sifatnya masih “umum” dan “luwes”. Sekolah dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian pentahapan berikut sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
 
Tahap-tahap pelaksnaan MPMBS berikut ditulis dengan tujuan untuk  :
1.      Membantu unsur-unsur penyelenggara pendidikan, terutama sekolah, agar penyelenggara MPMBS dapat dilaksankan secara efektif dan efesien.
2.      Membantu sekolah-sekolah yang menerapkan MPMBS dalam menyusun  rencana dan program-programnya untuk mendapatkan dukungan biaya dari pihak-pihak yang kompeten, dan
3.      Melakukan uji coba tentang pelaksanaan konsep MPMBS, sehingga diharapkan diperoleh masukan-masukan yang konstruktif bagi penyempurnaan konsep dan pelaksanaan MPMBS di masa yang akan datang.
 

B.     Tahap-tahap Pelaksanaan

 
1.      Melakukan Sosialisasi
Sekolah merupakan sistem yang terdiri dari unsur-unsur dan karenanya hasil kegiatan pendidikan di sekolah merupakan hasil kolektif dari semua unsur sekolah. Dengan cara berfikir semacam ini, maka semua unsur sekolah harus memahami konsep MPMBS “apa”, “magapa” dan “bagaimana” MPMBS diselenggarakan. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan oleh sekolah adalah mensosialisasikan konsep MPMBS kepada setiap unsur sekolah (guru, siswa, wakil kepala sekolah, guru BK, karyawan, orang tua siswa, pengawas, pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, pejabat Dinas Pendidikan Propinsi, dsb.) melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja, simposium, forum ilmiah, dan media masa.
 
Dalam melakukan sosialisasi MPMBS, yang penting dilakukan oleh kepala sekolah adalah “membaca” dan “membentuk” budaya MPMBS di sekolah masing-masing. Secara umum, garis-garis besar kegiatan sosialisasi/pembudayaan MPMBS dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 
a.       Baca dan pahamilah sistem, budaya, dan sumberdaya yang ada di sekolah secara cermat dan refleksikan kecocokannya dengan sistem, budaya, dan sumberdaya baru yang diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan MPMBS.
b.      Identifikasikan sistem, budaya, dan sumberdaya yang perlu diperkuat dan perlu diubah, dan kenalkan sistem, budaya dan sumberdaya baru yang diperlukan untuk menyelenggarakan MPMBS.
c.       Buatlah komitmen secara rinci yang diketahui oleh semua unsur yang bertanggung jawab, jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumberdaya yang cukup mendasar.
d.      Bekerjalah dengan semua unsur sekolah untuk mengklarifikasikan visi, misi, tujuan, sasaran, rencana, dan program-program penyelenggaraan MPMBS.
e.       Hadapilah “status quo” (resistensi) terhadap perubahan, jangan menghindar dan jangan menarik darinya serta jelaskan mengapa diperlukan perubahan dari manajemen berbasis pusat menjadi MPMBS.
f.        Garisbawahi prioritas sistem, budaya, dan sumberdaya yang belum ada sekarang, akan tetapi sangat diperlukan untuk mendukung visi, misi, sasaran, rencana dan program-program penyelenggaraan MPMBS dan doronglah sistem, budaya, dan sumberdaya manusia yang mendukung penerangan MPMBS serta hargailah mereka (unsur-unsur) yang telah memberi contoh dalam penerapan MPMBS, dan
g.       Pantaulah dan arahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran, rencana dan program-program MPMBS.
 
2.      Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah 
      (tujuan Situasional Sekolah)
 
Sekolah yang melaksanakan MPMBS harus membuat rencana pengembangan sekolah. Rencana pengembangan sekolah pada umumnya mencakup perumusan visi, misi, tujuan sekolah dan strategi pelaksanaannya. Sedangkan rencana kerja tahunan sekolah pada umumnya meliputi pengindentifikasian sasaran sekolah (tujuan situasional sekolah), pemilihan fungsi-fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah diidentifikasi, analisis SWOT, langkah-langkah pemecahan persoalan, dan penyusunan rencana dan program kerja tahunan sekolah. Berikut diuraikan secara singkat mengenai perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah (tujuan situasional sekolah).
 
a.      Visi
Setiap sekolah harus memiliki visi. Visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu perumusan misi sekolah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
 
Gambaran tersebut tentunya harus didasarkan pada landasan  yuridis, yaitu undang-undang pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintahnya, khususnya tujuan pendidikan nasional sesuai jenjang dan jenis sekolahnya dan juga sesuai dengan profil sekolah yang bersangkutan. Dengan kata lain, visi sekolah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang dilayani. Tujuan pendidikan nasional sama tetapi profil sekolah khususnya potensi dan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah tidak selalu sama. Oleh karena itu dimungkinkan sekolah memiliki visi yang tidak sma dengan sekolah lain, asalkan tidak keluar dari koridor nasional yaitu tujuan pendidikan nasional.
 
Sebagai contoh, sebuah sekolah yang terletak di perkotaan, mayorotas siswanya berasal dari keluarga mampu dan hampir seluruh lulusannya ingin nelanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, merumuskan visinya sebagai berikut:
UNGGUL DALAM PRESTASI
BERDASARKAN IMTAQ
 
Sementara itu sekolah yang terletak di daerah pedesaan yang umumnya tidak lebih maju dari pada sekolah di perkotaan, merumuskan visinya sebagai berikut :
 
TERDIDIK BERDASARKAN IMTAQ
 
Kedua visi tersebut sama-sama benar sepanjang masih dalam koridor tujuan pendidikan nasional. Tentu saja, perumusan visi harus disesuaikan dengan tujuan  dari setiap jenjang jenis sekolah sebagaimana dituliskan dalam peraturan pemerintah.
 
Visi yang pada umumnya dirumuskan dalam kalimat yang filiosofis seperti contoh tersebut, seringkali memiliki aneka tafsir. Setiap orang menafsirkan secara berbeda-beda, sehingga dapat menimbulkan perselisihan dalamimplementasinya. Bahkan jika  teerjadi pergantian kepala sekolah yang baru tidak jarang memberi tafsir yang berbeda dengan kepala sekolah sebelumnya. Oleh karena itu, sebaiknya diberikan indikator sebagai penjelasan apa yang dimaksud oleh visi tersebut. Sebagai contoh, visi yang dituliskan  UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMAN DAN TAQWA, diberi indikator sebagai berikut :
  • Unggul dalam perolehan NEM,
  • Unggul dalam persaingan melanjutkan ke jenjang pendidikan diatasnya,
  • Unggul dalam lomba karya ilmiah,
  • Unggul dalam lomba kreativitas,
  • Unggul dalam lomba kesenian,
  • Unggul dalam lomba olah raga,
  • Unggul dalam disiplin,
  • Unggul dalam aktivitas keagamaan, dan
  • Unggul dalam kepedulian sosial.  
b.     Misi
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Karena visi harus mengakomodasi semua semua kelompok kepentingan  yang terkait dengan sekolah, maka misi dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk memnuhi kepentingan masing-masing kelompok yang terkait dengan sekolah. Dalam merumuskan misi, harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan kelompok-kelompok kepenting yang terkait dengaan sekolah. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
Misalnya, sebuah sekolah yang memiliki visi UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMTAQ merumuskan misinya sebagai berikut :
  • Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga setiap siswa berkembang secara optimal,sessuai dengan potensi yang dimiliki.
  • Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga    sekolah.
  • Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi       dirinya,sehingga dapat dikmbangkan secara optimal.
  • Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak
  • Menerapkan manajemen partisiptif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah (stakeholders).  
c.     Tujuan
Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Tujuan merupakan “apa” yang akan dicapai/dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan “kapan’ tujuan akan dicapai. Jika visi dan misi terkait dengan jangka waktu yang panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu 3-5 tahun. Dengan demikian tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah dicanangkan.
 
Jika visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara utuh (ideal),  maka tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu 3 tahun mungkin belum se ideal visi atau belum selengkap visi. Dengan kata lain, tujuan merupakan tahapan untuk mencapai visi. Sebagai contoh sebuah sekolah telah mendapatkan visi dengan indikator sebanyak 9 aspek,  tetapi,  tujuannya sampai tahun 2004 baru mencakup 5 aspek sebagai berikut  :
  • Pada tahun 2004, gain score achievment (GSA) siswa meningkat +01.
  • Pada tahun 2004, proposal lulusan yang melanjutkan ke sekolah unggul minimal 40%.
  • Pada taghun 2004, memiliki kelompok KIR dan mampu menjadi finalis LKIR tingkat nasional.
  • Pada tahun  2004, memiliki tim olah raga minimal 3 cabang dan mampu menjadi finalis tingkat propinsi.
  • Pada tahun2004, memiliki tim kesenian yang mampu tampil pada acara setingkat kabupaten/kota.  
d.     Sasaran/Tujuan Situasional.
Setelah tujuan sekolah (tujuan jangka menengah) dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah memetapkan sasaran/target/tujuan situasional/tujuan jangka pendek. Sasaran adalah penjabaran yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih singkat dibandingkan tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan, baik peningkatan kualitas, efektifitas, produktivitas, maupun efisiensi (bisa salah satu atau kombinasi). Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya, dan disertai indikator-indikator yang rinci. Meskipun sasaran bersumber dari tujuan, namun dalam penentuan sasaran yang mana dan berapa besar kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah.
 
1)      Mengindentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Pada tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih (ketidak sesuaian) antara output sekolah saat ini dan output sekolah yang diharapkan di masa yang akan datang (tujuan sekolah). Besar kecilnya ketidak sesuaian antara output sekolah saat ini (kenyataan) dengan ouput sekolah yang diharapkan (idealnya) di masa yang akan datang memberitahukan besar kecilnya tantangan kualitas; misalnya, jika dalam tiga tahun ke depan dicanangkan tujuan untuk mencapai GSA sebesar +2, sementara saat ini baru mencapai +0,4, berarti tantangan nyata yang dihadapi sekolah adalah (+2)-(+04) = (+1,6). Misalnya lagi, juara lomba karya ilmiah remaja sekolah saat ini berperingkat nomor 4 se kabupaten dan diharapkan akan meningkat menjadi peringkat nomor 1, maka besarnya tantangan adalah 1-4 = -3 (kurang 3). Contoh tantangan efektifitas; dari 300 siswa yang ikut EBTANAS, yang lulus 270 siswa, sehingga tantangannya adalah 30 siswa atau 10 persen yaitu berasal dari 30 siswa dibagai 300 siswa.
Output sekolah saat ini dapat dengan mudah diidentifikasi, karena tersedia datanya. Akan tetapi bagaimanakah caranya mengindetifikasi output sekolah yang diharapkan, sehingga output yang diharapkan tersebut cukup realistis? Caranya, perlu dilakukan analisis prakiraan (forecasting) lengkap dengan asumsi-asumsinya untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang diharapkan di masa depan.
 
Pada umumnya, tantangan sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat dikategorikan menjadi empat yaitu kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efesiensi.
 
Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output sekolah yang bersifat akademik (misal; NEM dan LKIR) dan non akademik (misal; olah raga dan kesenian). Mutu output sekolah dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input dan proses persekolahan.
 
Produktivitas adalah perbandingan antara output sekolah dibanding input sekolah. Baik output maupun input sekolah adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input sekolah, misalnya jumlah guru, model sekolah, bahan, dan energi. Kuantitas output sekolah, misalnya; jumlah siswa yang lulus sekolah setiap tahunnya. Contoh produktivitas, misalnya, jika tahun ini sebuah sekolah lebih banyak meluluskan siswanya dari pada tahun lalu dengan input yang sama (jumlah guru, fasilitas, dsb.), maka dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah tersebut lebih produktif dara pada tahun sebelumnya.
 
Efektifitas adalah ukuran yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan, efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan. Misalnya, NEM idealnya berjumlah 60, namun NEM yang diperoleh siswa hanya 45, maka efektivitasnya adalah 45 : 60 = 75%.
 
Efisiensi dapat diklarifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efesiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output sekolah (pencapaian prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk memproses/menghasilkan output sekolah. Efesiensi internal biasanya diukur dengan biaya – efektivitas. Setiap penilaian biaya-efektifitas selalu memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya masukan (input) dan penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama belajar, angka putus ekolah). Misanya jika dengan biya yang sama, tetapi NEM tahun ini lebih baik dari pada NEM tahun lalu, maka dapat dikatan bahwa tahun ini sekolah yang bersangkutan lebih efisien secara internal dari pada tahun lalu. Efesiensi eksternal adalah hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungn kumulatif (individual, sosial, ekonomik, dan non-ekonomik) yang didapat setelah pada kurun waktu yang panjang di luar sekolah. Analisis biaya-manfaat merupakan alat utama untuk mengukur efesiensi eksternal. Misalnya, dua sekolah SLTP 1 dan SLTP 2 dengan menggunakan biaya yang sama setiap tahunnya. Akan tetapi, lulusan SLTP 1 mendapat upah yang lebih besar dari pada lulusan SLTP 2 setelah mereka bekerja. Oleh karena itu dapat diktakan bahwa SLTP 1 lebih efisien secara eksternal dari pada SLTP 2.
 
2). Merumuskan Sasaran (Tujuan situasional)
Berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi sekolah, maka dirumuskanlah sasaran/tujuan situasional yang akan dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi dan tujuan sekolah merupakan sumber pengertian (sumber referensi) bagi perumusan sasaran sekolah. Karena itu, sebelum merumuskan sasaran sekolah yang akan dicapai, setiap sekolah harus memiliki visi, misi dan tujuan sekolah.
 
Sasaran sebaiknya hanya untuk waktu yang relatif pendek, misalnya untuk satu tahun ajaran. Dengan demikian sasaran (misalnya untuk 1 tahun) pada dasarnya merupakan tahapan untuk mencapai tujuan jangka menegah (misalnya untuk jangka 3 tahun). Ketika menentukan sasaran, prioritas harus dipertimbangkan sungguh- sungguh. Jika tujuan yang telah dicanangkan mencakup 5 aspek, apakah kelimanya akan digarap pada tahun pertama, atau hanya beberapa saja. Hal itu sangat tergantung kondisi sekolah. Sebagai contoh, sebuah sekolah memutuskan ingin menggarap kelima aspek yang tercantum dalam tujuan, meskipun baru pada awal. Oleh karena itu, sekolah tersebut menetapkan sasaran untuk tahun ajaran 2000/2001 sebagai berikut :  
  • Gain score achievement siswa meningkat 0,1.
  • Jumlah lulusan yang melanjutkan ke sekolah unggul diatas minimal 25%.
  • Memilki kelompok KIP dan mampu menjadi juara LKIR setingkat       kabupaten/kota.
  • Memiliki tim olah raga yang mampu menjadi finalis lomba stingkat       kabupaten/kota.
  • Memiliki tim kesenian yang secara teratur mengadakan latihan dan pentas di sekolah.  
3.      Mengindentifikasi Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai
      Sasaran.
Setelah sasaran dipilih, maka langkah berikutnya adalah menindentifikasi fungs-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
 
4.      Melakukan Analisis SWOT
Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, opportunity, and Threat)
 
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya dicapai melalui membandingkan faktor dalam kondisi nyata dengan faktor dalam kriteria kesiapan. Yang dimaksud dengan kriteria kesiapan faktor adalah faktor yang memenuhi kriteria/standar untuk mencapai sasaran/tujuan situasional. Faktor yang memenuhi kriteria/standar ini ditemukan melalui perhitungan-perhitungan atau pertimbangan-pertimbangan yang bersumber pada pencapaian sasaran.
 
Berhubung tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor pada setiap fungsi yang berada di dalam kewenangan sekolah. Sedangkan yang dimaksud faktor eksternal adalah faktor pada setiap fungsi yang berada di luar kewenangan sekolah. Misalnya, fungsi proses belajar mengajar terdiri dari banyak faktor, satu diantaranya perilaku mengajar guru (faktor internal) dan satu lainnya kondisi lingkungan sosial masyarakat (faktor eksternal). Perilaku mengajar guru digolongkan faktor internal karena sekiranya perilaku tersebut perlu diubah, masih dalam kewenagan sekolah. Sebaliknya, kondisi lingkungan sosial masyarakat digolongkan sebagai faktor ekternal karena sekiranya kondisi tersebut ingin diubah, diluar kewenangan sekolah.
 
Tingkat kesiapan harus memadai, artinya, minimal memenuhi ukuran/kriteria sebagai; kekuatan, bagi faktor yang tergolong internal; peluang, bagi faktor yang tergolong eksternal. Sedang tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan bermakna; kelemahan, bagi faktor yang tergolong internal; ancaman, bagi faktor yang tergolong eksternal. Baik kelemahan maupun ancaman, sebagai faktor yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan. Untuk lebih jelasnya, lihat Tabel 2 : Analisis SWOT/Tingkat Kesiapan Fungsi dan Faktor-faktornya berikut :   

Tabel 2 : Analisis SWOT/Tingkat Kesiapan Fungsi dan Faktor-faktornya

FUNGSI DAN FAKTORNYA
KRITERIA KESIAPAN
KONDISI NYATA TINGKAT KESIAPAN FAKTOR
SIAP TIDAK SIAP
 A. Fungsi ..............
      1. Faktor Internal
          a. ..............
          b. ..............
          c. ..............
    
         
     a.. ..............
     b.. ..............
     c.. ..............
         
     a.. ..............
     b.. ..............
     c.. ..............
Kekuatan 
( Strength)
Kelemahan
( weakness)
      2. Faktor Eksternal
          a. ..............
          b. ..............
          c. ..............
       
     a.. ..............
     b.. ..............
     c.. ..............
       
     a.. ..............
     b.. ..............
     c.. ..............
Peluang
( Opportnity )
Ancaman 
(Threat )
 B.  Fungsi ................
      1. Faktor Internal
          a. ..............
          b. ..............
          c. ..............
      
     a.. ..............
     b.. ..............
     c.. ..............
      
     a.. ..............
     b.. ..............
     c.. ..............
Kekuatan 
( Strength)
Kelemahan
( weakness)
      2. Faktor Eksternal
          a. ..............
          b. ..............
          c. ..............
       
     a.. ..............
     b.. ..............
     c.. ..............
       
     a.. ..............
     b.. ..............
     c.. ..............
Peluang
( Opportnity )
Ancaman 
(Threat )
   Dst.






 5.   Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan
Dari hasil analisis SWOT, maka langkah berikutnya adalah memilih langkah- langkah pemecahan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidak siapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan  tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah ketidak siapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut  langkah-langkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau peluang.
 
6.      Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak selalu memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan MPMBS, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
 
Rencana yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang aspek-aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang harus melaksanakan, kapan dan dimana dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun  dari orang tua, baik dukungan pemikiran, moral, material maupun finansial untuk melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan tersebut. Rencana yang dimaksud harus juga memuat rencana anggaran biaya (rencana biaya) yang diperlukan untuk merealisasikan rencana sekolah.
 
Hal pokok yang perlu diperhatikan oleh sekolah dalam penyusunan rencana adalah keterbukaan kepada semua pihak yang menjadi stekeholder pendidikan, khususnya orangtua siswa  dan masyarakat (BP3/Komite Sekolah) pada umumnya. Dengan cara demikian akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan sekolah dan pemerintah untuk menanggung biaya rencana ini, dan berapa sisanya yang harus ditanggung oleh orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar. Dengan keterbukaan rencana ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumber dana untuk melaksanakan rencana ini bisa dihindari. 

Catatan : BP3  saat ini yang anggotanya hanya terdiri dari orang tua siswa perlu dimekarkan menjadi Komite sekolah yang anggotanya terdiri dari ; orang tua siswa, wakil dari siswa, wakil dari sekolah, wakil dari organisasi profesi, wakil dari pemerintah, dan wakil dari publik.
 
Jika rencana adalah merupakan deskripsi hasil yang diharapkan dan dapat digunakan untuk keperluan penyelenggaraan kegiatan sekolah, maka program adalah alokasi sumberdaya (sumber daya manusia dan sumberdaya selebihnya, misalnya, uang, bahan, peralatan, perlengkpan, perbekalan, dsb.) keadaan kegiatan-kegiatan, menurut jadwal dan waktu dan menunjukkan tatalaksana yang sinkron. Dengan kata lain, program adalah bentuk dokumen untuk menggambarkan lankah mewujudkan sinkronisasi dalam ketatalaksanaan.
 
Catatan : Pada gilirannya, analisis SWOT dapat digunakan untuk merevisi/ memperbaiki sassaran yang mungkin terlalu tinggi/rendah atau terlalu besar agar menjadi sasaran yang pas/realistik (wajar).
 
7.      Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin, menggunakan pengalaman- pengalaman masa lalu yang dianggap efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program yang diproyeksikan dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Karena itu, sekolah harus dapat membebaskan diri dari keterikatan-keterikatan birokrastis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan pendidikan.
 
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, sekolah hendaknya menerapkan konsep belajar tuntas (mastery learning). Konsep ini menekankan pentingnya siswa menguasai materi pelajaran secara utuh dan bertahap sebelum melanjutkan ke pembelajaran topik-topik yang lain. Dengan demikian siswa dapat menguasai suatu materi pelajaran secara tuntas sebagai prasyarat dan dasar yang kuat untuk mempelajari tahapan pelajaran berikutnya yang lebih luas dan mendalam.
 
Untuk menghindari penyimpangan, kepala sekolah perlu melakukan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan-kegiatan peningkatan mutu yang dilakukan di sekolah. Kepala sekolah sebagai manejer dan pimpinan pendidikan di sekolahnya berhak dan perlu memberikan arahan, bimbingan, dukungan, dan teguran kepada guru dan tenaga lainnya jika ada kegiatan yang tidak sesuai dengan jalur-jalur yang telah ditetapkan. Namun demikian, bimbingan dan arahan jangan sampai membuat guru dan tenaga lainnya menjadi amat terkekang dalam melaksanakan kegiatan, sehingga kegiatan tidak mencapai sasaran.
 
8.   Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanan program, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir caturwulan untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Bilamana pada pada satu catur wulan dinilai adanya faktor-faktor yang tidak mendukung, maka sekolah harus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu pada catur wulan berikutnya. Evaluasi jangka menengah dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk mengetahui seberapa jauh program peningkatan mutu telah mencapai sasaran-sasaran mutu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.
 
Dalam melaksanakan evaluasi, kepala sekolah harus mengikutsertakan setiap unsur yang terlibat dalam program, khusunya guru dan tenaga lainnya agar mereka dapat menjiwai setiap penilaian yang dilakukan dan memberikan alternatif pemecahan. Demikian pula, orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai pihak eksternal harus dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Dengan demikian, sekolah mengetahui bagaimana sudut pandang pihak luar bila dibandingkan dengan hasil penilaian internal. Suatu hal yang bisa terjadi bahwa orang tua peserta didik dan masyarakat menilai suatu program gagal atau kurang berhasil, walaupun pihak sekolah menganggap cukup berhasil. Yang perlu disepakati adalah indikator apa saja yang perlu ditetapkan sebelum penilaian dilakukan. Untuk lebih detailnya tentang monitoring dan evaluasi MPMBS, lihat bab 4.
 
Hasil evaluasi pelaksanaan MPMBS perlu dibuat laporan yang terdiri dari laporan teknis dan keuangan. Laporan teknis menyangkut program pelaksanaan dan hasil MPMBS, sedang laporan keuangan meliputi penggunaan uang serta pertanggungjawabannya. Jika sekolah melakukan upaya-upaya penambahan pendapatan (income generating activities), maka pendapatan tambahan tersebut harus juga dilaporkan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas), maka laporan harus dikirim kepada Pengawas, Dinas Pendidikan Kabupaten, komite sekolah, orang Tua Siswa dan Yayasan (bagi sekolah swasta).
9.   Merumuskan Sasaran Mutu Baru
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, terdahulu hasil evaluasi  berguna untuk dijadikan alat bagi perbaikan  kinerja program yang akan datang. Namun yang tidak kalah pentingnya, hasil evaluasi merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua peserta didik untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang. Jika dianggap berhasil, sasaran mutu dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Jika tidak, bisa saja sasaran  mutu tetap seperti sediakala, namun dilakukan perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Namun tidak tertutup kemungkinan, bahwa sasaran mutu diturunkan, karena dianggap terlalu berat atau tidak sepadan dengan sumberdaya pendidikan yang ada (tenaga, sarana dan prasarana) yang tersedia.
 
Setelah sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah, sehingga dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Dengan informasi ini, maka langkah-langkah pemecahan persoalan segera dipilih untuk mengatasi faktor-faktor yang mengandung persoalan. Setelah ini, rencana peningkatan mutu baru dapat dibuat. Demikian seterusnya, caranya seperti urut-urutan nonor 2 sd nomor 8 diatas.
 
C.     Tugas dan Fungsi Jajaran Birokrasi
Konsekwensi logis dari perubahan penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari pola manajemen lama (sentralistik) menuju ke pola manajemen baru (desentalistik), maka tugas dan fungsi jajaran birokrasi juga harus diubah.
 
Dari uraian konsep MPMBS disebutkan bahwa pola manjemen baru lebih menekankan pada pemandirian dan pemberdayaan sekolah. Ini memiliki arti bahwa sekolah merupakan unit utama kegiatan pendidikan sedang birokrasi dan unsur-unsur lainnya merupakan unit pelayanan pendukung .
 
Karena pola pikir manajemen lama yang lebih menekankan pada subordinasi, pengarahan, pengaturan, pengontrolan, dan one-man-show dalam pengambilan keputusan, sudah harus ditinggalkan dan diganti dengan pola pikir manajemen baru yang lebih menekankan pada pemberian otonomi, pemberian fasilitas, penumbuhan motivasi-diri sekolah, pemberian bantuan, dan pengembilan keputusan partisipatif.
 
Sambil menunggu tugas dan fungsi jajaran birokrasi Depdiknas yang definitif secara yuridiksi dalam kerangka Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, berikut disampaikan tugas dan fungsi tentatif masing-masing jajaran birokrasi Depdiknas dalam penyelenggaraan MPMBS.
 
1.      Direktorat SLTP
Secara umum, Direktorat SLTP/Dikmenum mempunyai tugas dan fungsi menentukan kebijakan dan strategi pada tataran formulasi/penetapan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan pada tingkat nasional, yaitu :  
  1.  Pada tataran formulasi dan penetapan kebijakan, Depdiknas Pusat melalui Direktorat SLTP/Dikmenum mempunyai tugas dan fungsi memformulasi/menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan MPMBS melalui penyusunan dan penerbitan buku “Konsep dan Pelaksanaan MPMBS” beserta sejumlah buku “Pedoman Rintisan MPMBS”.
  2. Menetapkan standar MPMBS sebagai patokan yang berlaku secara nasional.
  3. Pada tataran implementasi kebijakan, Direktorat SLTP/Dikmenum mempunyai tugas dan fungsi mensosialisasikan MPMBS keseluruh Dinas Pendidikan Propinsi serta mengkoordinasikan seluruh jajaran Dinas Pendidikan Propinsi dalam melaksanakan MPMBS di tanah air.
  4. Pada tataran evaluasi kebijakan, Direktorat SLTP/Dikmenum mempunyai tugas dan fungsi memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan MPMBS secara nasional, dan 
  5. Menerbitkan informasi secara berkala, baik secara elektronik dan atau non-elektronik tentang perkembangan konsep maupun hasil pelaksanaan MPMBS secara agregatif (nasional) dan secara disagregatif (perwilayah/daerah).
2.      Dinas Pendidikan Propinsi
Secara umum, tugas dan fungsi Dinas Pendidikan Propinsi adalah menjabarkan kebijakan dan strategi MPMBS yang telah digariskan oleh Direktorat SLTP/Dikmenum untuk diberlakukan di Propinsi masing-masing, antara lain : 
  1. Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan dan petunjuk teknis monitoring dan evaluasi berdasarkan pedoman yang ditetapkan pemerintah pusat.
  2. Memberi pelatihan kepada para pengembang MPMBS di tingkat kabupaten.
  3. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanan MPMBS serta pengembangannya di Propinsi masing-masing, dan
  4. Mengkoordinasikan dan menyerasikan pelaksanaan MPMBS lintas Kabupaten untuk menghindari penyimpangan MPMBS dan menghindari kesenjangan mutu pendidikan lintas Kabupaten.
 3.    Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Seiring dengan diberlakukannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menjalankan tugas dan fungsi utama memberikan pelayanan dalam pengelolaan satuan pendidikan di Kabupaten/Kota masing-masingyang menjalankan MPMBS, lebih spesifiknya, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menjalankan tugas dan fungsinya sebagai berikut : 
  1. Memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta di Kabupaten/kota masing-masing berkaitan dengan pelaksanaan MPMBS.
  2. Memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh aset/sumberdaya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan, dan sebagainya.
  3. Melaksanakan pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan di Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelaksanaan MPMBS, dan
  4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi atas tugas dan fungsi pokoknya sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan MPMBS.
 4.    Sekolah
Tugas dan fungsi utama sekolah adalah mengelola penyelenggaraan MPMBS di sekolah masing-masing. Mengingat sekolah merupakan unit utama dan terdepan dalam penyelenggaraan MPMBS, maka sekolah menjalankan tugas dan fungsinya sebagai berikut:
  1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan MPMBS dengan melibatkan kelompok-kelompok, antara lain; wakil sekolah (kepla sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tata usaha), wakil siswa (OSIS), wakil orang tua siswa, wakil organisasi professi, wakil pemerintah, dan tokoh masyarakat.
  2. Mengkoordinasikan dan menyerasikan segala sumberdaya yang ada di sekolah dan di luar sekolah untuk mencapai sasaran MPMBS yang telah ditetapkan :
  3. Melaksanakan MPMBS secara efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip-prinsip total quality management (fokus pada pelanggan, perbaikan secara terus-menerus, dan keterlibatan total warga sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah) dan berfikir sistem (berfikir holistik/tidak parsial, saling terkait, dan terpadu).
  4. Melaksanakan pengawasan dan pembimbingan dalam pelaksanaan MPMBS sehingga kejituan implementasi dapat dijamin untuk mencapai sasaran MPMBS.
  5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan evaluasi untuk menilai tingkat ketercapaian sasaran program MPMBS yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi ini kemudian digunakan untuk menentukan sasaran baru program MPMBS tahun-tahun berikutnya.
  6. Menyusun laporan penyelenggaraan MPMBS beserta hasilnya secara lengkap untuk disampaikan kepada pihak-pihak terkait yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Pengawas Sekolah, Komite Sekolah, dan yayasan (bagi sekolah swasta), dan
  7. Mempertanggung jawabkan hasilpenyelenggaraan MPMBS kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah yaitu Dinas Pendidikan kabuapten/Kota, Komite Sekolah, dan yayasan (bagi sekolah swasta)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Islam Mazhab QOM

PROGRAM KERJA KEPALA PERPUSTAKAAN SMPN 1 KODEOHA | Junait Blog