Konsep dan Pengertian Partisipasi Masyarakat | Junait
Oleh
Junait, S.Pd., M.Si.
Pengertian dan Prinsip Partisipasi Masyarakat
Menurut Ach. Wazir Ws., et al.
(1999: 29) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang
secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan
pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya
dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang
lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan
tanggungjawab bersama.
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi
(2007: 27) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses
pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan
dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani
masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen (1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
- Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
- Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;
- Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
- Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;
- Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;
- Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
Dari tiga pakar yang mengungkapkan
definisi partisipasi di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi
adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok orang
(masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam
program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring sampai pada tahap evaluasi.
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: pertama,
partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua,
bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan
jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya,
karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya
partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang
yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program
pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan
dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang.
Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam
Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:
a) Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil
dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan
atau proses proyek pembangunan.
b) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership).
Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan
prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut
terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan
jenjang dan struktur masing-masing pihak.
c) Transparansi. Semua pihak harus dapat
menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan
kondusif sehingga menimbulkan dialog.
d) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership).
Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi
kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.
e) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
f) Pemberdayaan (Empowerment).
Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan
aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar
dan saling memberdayakan satu sama lain.
g) Kerjasama. Diperlukan adanya kerja
sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna
mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan
kemampuan sumber daya manusia.
Bentuk dan Tipe Partisipasi
Ada beberapa bentuk partisipasi yang
dapat diberikan masyarakat dalam suatu program pembangunan, yaitu
partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga,
partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial,
partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi
representatif.
Dengan berbagai bentuk partisipasi yang
telah disebutkan diatas, maka bentuk partisipasi dapat dikelompokkan
menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk
nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam
bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk partisipasi yang nyata misalnya
uang, harta benda, tenaga dan keterampilan sedangkan bentuk partisipasi
yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial,
pengambilan keputusan dan partisipasi representatif.
Partisipasi uang adalah bentuk
partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan
masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi harta benda adalah
partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa
alat-alat kerja atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi
yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang
dapat menunjang keberhasilan suatu program. Sedangkan partisipasi
keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang
dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan
maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
Partisipasi buah pikiran lebih merupakan
partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran
konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar
pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan
pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
Partisipasi sosial diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban.
Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga
sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang
lain untuk berpartisipasi. Pada partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan, masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka
untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama.
Sedangkan partisipasi representatif dilakukan dengan cara memberikan
kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau
panitia. Penjelasan mengenai bentuk-bentuk partisipasi dan beberapa ahli
yang mengungkapkannya dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi
Nama Pakar | Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi |
(Hamijoyo, 2007: 21; Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81) | Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan. |
(Hamijoyo, 2007: 21; Holil, 1980: 81 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11) | Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas. |
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11) | Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. |
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11) | Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya. |
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11) | Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. |
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11) | Partisipasi sosial, Partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi. |
(Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81) | Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama. |
(Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81) | Partisipasi representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia. |
Berdasarkan bentuk-bentuk partisipasi
yang telah dianalisis, dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai tipe
partisipasi yang diberikan masyarakat. Tipe partisipasi masyarakat pada
dasarnya dapat kita sebut juga sebagai tingkatan partisipasi yang
dilakukan oleh masyarakat. Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33)
mengidentifikasikan partisipasi masyarakat menjadi 7 (tujuh) tipe
berdasarkan karakteristiknya, yaitu partisipasi pasif/manipulatif,
partisipasi dengan cara memberikan informasi, partisipasi melalui
konsultasi, partisipasi untuk insentif materil, partisipasi fungsional,
partisipasi interaktif, dan self mobilization. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Tipe Partisipasi
No. | Tipologi | Karakteristik |
1. | Partisipasi pasif/ manipulatif | (a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi;(b) Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat; (c) Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran. |
2. | Partisipasi dengan cara memberikan informasi | (a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya;(b) Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penyelesaian; (c) Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat. |
3. | Partisipasi melalui konsultasi | (a) Masyarakat berpartisipasi dengan
cara berkonsultasi;(b) Orang luar mendengarkan dan membangun
pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan
permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan-tanggapan
masyarakat; (c) Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama; (d) Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti. |
4. | Partisipasi untuk insentif materil | (a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya;(b) Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajarannya; (c) Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang disediakan/diterima habis. |
5. | Partisipasi fungsional | (a) Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek;(b) Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati; (c) Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri. |
6. | Partisipasi interaktif | (a) Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah ada;(b) Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik; (c) Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan. |
7. | Self mobilization | (a) Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki;(b) Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang dibutuhkan; (c) Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada. |
Sumber: Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33)
Pada dasarnya, tidak ada jaminan bahwa
suatu program akan berkelanjutan melalui partisipasi semata.
Keberhasilannya tergantung sampai pada tipe macam apa partisipasi
masyarakat dalam proses penerapannya. Artinya, sampai sejauh mana
pemahaman masyarakat terhadap suatu program sehingga ia turut
berpartisipasi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat
faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun
ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya
saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan
penghasilan.
Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan
partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam
berpartisipasi, yaitu:
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang
mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan
moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung
lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia
lainnya.
2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam
kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan
adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan
perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi
semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya
gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat
mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi
sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang
diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama
lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang
akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi
kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang
mapan perekonomian.
5. Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam
lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan
tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia
tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap
lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar
dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
Sedangkan menurut Holil (1980: 9-10),
unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi
partisipasi masyarakat adalah:
- Kepercayaan diri masyarakat;
- Solidaritas dan integritas sosial masyarakat;
- Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat;
- Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri;
- Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat;
- Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau sebagian kecil dari masyarakat;
- Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha;
- Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan;
- Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal dari unsur
luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: 10) ada 4 poin yang dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan,
yaitu:
- Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya;
- Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga, pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat;
- Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial;
- Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.
Daftar Referensi:
Ach. Wazir Ws., et al., ed. (1999). Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: Sekretariat Bina Desa dengan dukungan AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project.
Conyers, Diana. (1991). Perencanaan Sosial di Dunia ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Holil Soelaiman. (1980). Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial. Bandung.
Isbandi Rukminto Adi. (2007). Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok: FISIP UI Press.
Mikkelsen, Britha. (1999). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: sebuah buku pegangan bagi para praktisi lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Ross, Murray G., and B.W. Lappin. (1967). Community Organization: theory, principles and practice. Second Edition. NewYork: Harper & Row Publishers.
Sumampouw, Monique. (2004). “Perencanaan
Darat-Laut yang Terintegrasi dengan Menggunakan Informasi Spasial yang
Partisipatif.” Jacub Rais, et al. Menata Ruang Laut Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. 91-117.
Partisipasi Masyarakat, http://sacafirmansyah.wordpress.com/2009/06/05/partisipasi-masyarakat/
Semoga bermanfaat.
Admin.
Komentar
Posting Komentar