Partisipasi Masyarakat dan Mutu Pendidikan | Junait

Oleh
Junait, S.Pd., M.Si.

Partisipasi Masyarakat dan Mutu Pendidikan

Kesiapan dunia pendidikan dalam rangka otonomi daerah dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999 dan dalam rangka menyongsong pemberlakuan otonomi pendidikan, menjadi isu sangat strategis dan penting. Bila otonomi pendidikan dimengerti sebagai proses kemandirian sebuah lembaga (sekolah) dalam mengelola segenap sumber daya yang ada, maka dunia pendidikan harus berjalan sesuai dengan 6 (enam) tolok ukur keberhasilan desentralisasi pendidikan yakni, kepentingan nasional, mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan, pemerataan, peran serta masyarakat dan akuntabilitas. (Dadi Permadi : 2001).
Oleh karena itu, untuk menunjang  keberhasilan  implementasi otonomi pendidikan, dunia pendidikan perlu melakukan dialog dengan lingkungan di sekitarnya yakni dialog dengan masyarakat sebagai sumber dan induknya. Dialog dimaksudkan untuk mengevaluasi kelemahan-kelemahan yang selama ini terjadi, serta mencari terobosan-terobosan dan pemikiran baru untuk mengembangkan dunia pendidikan. Dunia pendidikan harus mulai memikirkan pola pelayanan pendidikan yang relevan dengan tuntutan yang berkembang di masyarakat. Hal ini karena inti dari otonomi sendiri adalah outonomus learning dari si pembelajar, sedang guru lebih memposisikan diri pada aspek penciptaan iklim belajar yang dinamis, demokratis dan kondusif. Dalam rangka menjawab pemberlakuan otonomi pendidikan dimaksud, perlu ada paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan yang berupaya menumbuhkan prakarsa dan kreativitas serta partisipasi aktif masyarakat. (Dadi Permadi : 2001)
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan merupakan bukti bahwa negara bukan satu-satunya penyelenggara pendidikan. Desentralisasi dan otonomi pendidikan merupakan tuntutan mendesak yang harus segera ditanggapi. Desentralisasi pendidikan merupakan upaya untuk mendelegasikan wewenang di bidang pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Sehingga partisipasi masyarakat merupakan kebutuhan mutlak dalam menentukan  masa depan pendidikan saat ini. Dalam iklim desentralisasi, budaya instruksi dan komunikasi satu arah sudah tidak tepat bahkan dapat menghambat potensi kritis yang ada dalam masyarakat.
Menurut Zamroni (2000: 21) desentralisasi pendidikan pada hakekatnya merupakan pengakuan bahwa proses pendidikan tidak akan  bisa berjalan dengan baik kalau semua dikontol oleh pusat. Pendidikan merupakan suatu proses yang melibatkan interaksi antar berbagai input yang ada dan interaksi antara input dengan lingkungan. Karena masing-masing tempat input dan lingkungannya mempunyai karakteristik yang berbeda maka keseragaman menyeluruh yang dikomandankan dari pusat tidak akan pernah menghasilkan proses pendidikan yang maksimal. Pendidikan yang selalu dikomando oleh pusat (sentralistik) menurut Zamroni (2000: 22), hanya akan menghasilkan manusia-manusia dengan mentalitas  juklak dan juknis yang siap diberlakukan secara seragam, akibatnya lebih jauh di masyrakat akan berkembang mentalitas orang-orang tahanan perang  (prison of war/POW), yakni mentalitas yang selalu dalam bayang-bayang ketakutan dan kekhawatiran, sehingga akan senantiasa patuh dan tunduk pada perintah yang ada.
Dengan desentralisasi berarti pemegang kendali pendidikan di tingkat bawah akan berperan lebih besar, yang berarti peran masyarakat dalam pendidikan akan lebih optimal. Apalagi pemahaman dan tingkat kritis masyarakat sudah jauh meningkat, instruksi dan kebijakan yang serba terpusat, hubungan yang asal bapak senang, sunuhun dawuh, budaya asal manut pada atasan sudah mulai berubah. Sekarang yang diperlukan adalah membahas persoalan dan keragaman pandangan dengan dialog yang bertanggungjawab dan beretika. Begitu pula dalam penyelenggaraan pembangunan yang di dalamnya upaya-upaya meningkatkan partisipasi masyarakat guna meningkatkan kualitas pendidikan memerlukan keanekaragaman pendekatan.
Suatu hal yang niscaya bahwa hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan faktor yang penting dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Dalam kaitan ini bagaimana upaya membangun sikap saling peduli, sehingga tumbuh sikap rasa saling membutuhkan. Di mana di satu sisi masyarakat membutuhkan sekolah (pendidikan) dan di sisi lain sekolah (pendidikan) membutuhkan masyarakat, yang sudah barang tentu peran kontributif masing-masing memerlukan  pengembangan dan pemetaan lebih lanjut.
Karena tidak jarang di masyarakat secara tidak proporsional mempercayakan  seratus persen pendidikan anak-anaknya kepada pihak sekolah, sehingga acapkali apabila anak tidak memperoleh prestasi yang diharapkan, pihak sekolah dalam hal ini termasuk guru dan tenaga pendidik lainnya yang disalahkan dan yang harus bertanggung jawab atas kegagalan ini. Di sinilah kiranya pentingnya pengembangan kesadaran masyarakat baik secara individual maupun kolektif (terlembaga) dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Melihat kenyataan tersebut, maka hal yang perlu mendapat perhatian kaitannya dengan pelibatan (partisipasi) masyarakat agar sesuai dengan harapan demi terwujudnya kualitas pendidikan yaang tinggi adalah membangun  suatu strategi yang dapat digunakan untuk menumbuh-kembangkan partisipasi masyarakat agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Dengan demikian, partisipasi masyarakat sebagai sebuah potensi yang sekarang sudah ada dengan  berbagai bentuknya perlu dioptimalkan dan dikelola dengan kerangka manajemen, termasuk mengoptimalkan pranata yang ada dan memvitalkan peran jaringan  antar instansi.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, maka penyelenggaraan  pendidikan harus mengacu pada kepentingan masyarakat yang komplek dan terus berubah, oleh karena itu harus dapat menyerap aspirasi anggota masyarakat dan dapat mendayagunakan potensi  masyarakat dan daerah. Di samping itu, dengan desentralisasi pendidikan  paradigma pendidikan  berubah menjadi lebih berorientasi ke pasar  (putting costumer first) dan pendidikan harus betul-betul mengenali dan memahami aspirasi dan kebutuhan pelanggannya (need assesment). Sebagai konsekuensinya lembaga-lembaga pendidikan harus bersaing untuk mendapatkan pelanggan guna mempertahankan keberlangsungan pendidikannya. Sudah barang tentu persaingan ini bukanlah suatu hal yang mudah tetapi memerlukan strategi yang terencana dan matang. Hanya lembaga pendidikan yang berkualitas dan mengerti akan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang mampu bersaing dan akan senantiasa bertahan.
Upaya pemerintah yang belum cukup berarti dalam meningkatkan mutu pendidikan ini memerlukan adanya campur tangan pihak lain yang secara berkesinambungan turut berupaya meningkatkan mutu pendidikan yakni kerjasama masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya tindakan nyata yang dilakukan masyarakat (Dewan Sekolah) dalam perannya membantu mengelola pendidikan di sekolah dengan tujuan peningkatan mutu pendidikan.

Tambahan Bacaan :
Peran Serta Masyarakat dan Mutu Pendidikan

Admin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Islam Mazhab QOM

PROGRAM KERJA KEPALA PERPUSTAKAAN SMPN 1 KODEOHA | Junait Blog